Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menerima pengembalian uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp2 miliar lebih dari perkara korupsi pekerjaan konstruksi ruas jalan Muara Soma-Simpang Gambir di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) tahun 2020.
“UP kerugian keuangan negara itu diserahkan pada Rabu (23/10), oleh perwakilan dari PT Erika Mila Bersama kepada tim JPU (jaksa penuntut umum) Pidsus, di Kantor Kejati Sumut,” kata Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting di Medan, Kamis (24/10).
Dia menjelaskan, kasus dugaan korupsi pekerjaan konstruksi ruas jalan Muara Soma-Simpang Gambir, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp3,74 miliar.
“UP yang kita terima, yakni Rp 2.054.000.000. Sebelumnya telah diserahkan sebesar Rp 1.687.000.000. Sehingga total keseluruhan yang diterima sebesar Rp 3.740.431.580,” jelas dia.
Baca juga: 146 warga Rohingya terdampar di Pantai Labu Deli Serdang
Setelah menerima UP, pihaknya kemudian menyetorkan uang tersebut ke kas negara melalui RPL (rekening penampungan lainnya).
Lebih lanjut, Adre menyampaikan, dalam kasus ini ada empat terdakwa yang sudah ditahan dan sedang menjalani persidangan.
Keempat terdakwa, kata Adre, yakni Andi Hakim Matondang selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), lalu Marwan selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).
Kemudian, Suhaini Aritonang merupakan konsultan supervisor, dan Martua Pandapotan Siregar selaku Direktur Utama PT Erika Mila Bersama.
"Dalam kasus ini, proyek pembangunan ruas jalan Muara Soma-Simpang Gambir yang bersumber dari APBD Pemprov Sumut dengan pagu anggaran sebesar Rp18 miliar, tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak. Dari segi spesifikasi juga dinilai tidak sesuai dengan kontrak,” katanya.
Bahwa dalam pelaksanaannya, lanjut dia, kontrak yang dimaksud tidak dapat diselesaikan sesuai masa atau tenggang waktu pelaksanaan kontrak sesuai spesifikasi yang telah diatur dalam kontrak baik mutu atau kualitas maupun jumlah (kuantitas).
“Dikarenakan PT Erika Mila Bersama selaku penyedia sudah sejak awal pelaksanaan kontrak terlambat melakukan mobilisasi personel, peralatan dan material,” jelas dia.
Atas hal itu, mengakibatkan pihak penyedia tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai time schedule (jadwal) yang ditetapkan atau dengan kata lain antara rencana dan realisasi di lapangan terdapat deviasi yang cukup signifikan.
Pihaknya mengaku, berdasarkan laporan hasil investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dugaan korupsi ini menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 3,74 miliar.
“Keempat terdakwa melanggar Pasal 2 Subs Pasal 3 Subs Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” jelasnya.