Jakarta (ANTARA) -
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg) Fajar Riza Ul Haq menyampaikan bangsa Indonesia memiliki DNA tengahan (wasathiyah) yang berperan besar menyelamatkan Indonesia dari perpecahan, meskipun di dalamnya terdapat beragam suku, budaya, bahkan agama.
“DNA bangsa ini tengahan, wasathiyah, tidak mengambil ideologi agama, tidak mengambil ideologi sekuler. Bangsa lain mengagumi karena bangsa ini DNA-nya wasathiyah," kata Fajar saat menghadiri Kuliah Umum untuk Mahasiswa Baru UIN Salatiga yang bertema "Moderasi Beragama di Era Artificial Intelligence" di Salatiga, Jawa Tengah, Rabu, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta.
Meskipun membawa pemikiran dari kelompok-kelompoknya, menurut dia, DNA tengahan yang dimiliki bangsa Indonesia mampu menghadirkan pengambilan kesepakatan yang bulat atau konsensus, seperti mengenai konstitusi dan Pancasila.
Berikutnya, Fajar menyampaikan bahwa bangsa Indonesia terselamatkan dari perpecahan bukan hanya karena melakukan moderasi beragama, melainkan juga moderasi keindonesiaan.
"Tidak cukup melakukan moderasi agama, namun juga diperlukan moderasi keindonesiaan. Yang menyelamatkan bangsa ini adalah sikap moderat, tengahan," ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor UIN Salatiga Prof. Zakiyudin Baidhawi menuturkan bahwa pihaknya mengusung branding campus, yakni green washatiyah yang memiliki makna keseimbangan atau equilibrium, yang diharapkan membuat mahasiswa dan alumni UIN Salatiga senantiasa menjalani kehidupan dengan keseimbangan.
Berikutnya, Fajar menyampaikan lima indikator dalam moderasi beragama. Pertama, kata dia, komitmen kebangsaan. Kedua, toleransi yang tinggi.
"Islam berkembang bisa diterima di Indonesia secara damai karena menebarkan tasamuh, toleransi, karena cara beragama secara ekstrem, akan memicu benturan. Masing-masing agama di Indonesia melakukan upaya moderasi agar tidak terjadi benturan," ujar dia.
Indikator ketiga, kata Fajar melanjutkan, adalah terkait dengan menghargai tradisi. Ia mencontohkan Islam dapat berkembang baik di tanah air karena menghargai tradisi yang ada.
Lalu, indikator keempat adalah menjauhi perilaku kekerasan. Terakhir, menerima modernitas dan menerima kemajuan.
"Tradisi dan modernitas harus seiring dan sejalan, tidak perlu dipertentangkan karena manusia ini orientasi ke depan," ucapnya.
Berikutnya, Fajar menyampaikan bahwa bangsa Indonesia terselamatkan dari perpecahan bukan hanya karena melakukan moderasi beragama, melainkan juga moderasi keindonesiaan.
"Tidak cukup melakukan moderasi agama, namun juga diperlukan moderasi keindonesiaan. Yang menyelamatkan bangsa ini adalah sikap moderat, tengahan," ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor UIN Salatiga Prof. Zakiyudin Baidhawi menuturkan bahwa pihaknya mengusung branding campus, yakni green washatiyah yang memiliki makna keseimbangan atau equilibrium, yang diharapkan membuat mahasiswa dan alumni UIN Salatiga senantiasa menjalani kehidupan dengan keseimbangan.
Berikutnya, Fajar menyampaikan lima indikator dalam moderasi beragama. Pertama, kata dia, komitmen kebangsaan. Kedua, toleransi yang tinggi.
"Islam berkembang bisa diterima di Indonesia secara damai karena menebarkan tasamuh, toleransi, karena cara beragama secara ekstrem, akan memicu benturan. Masing-masing agama di Indonesia melakukan upaya moderasi agar tidak terjadi benturan," ujar dia.
Indikator ketiga, kata Fajar melanjutkan, adalah terkait dengan menghargai tradisi. Ia mencontohkan Islam dapat berkembang baik di tanah air karena menghargai tradisi yang ada.
Lalu, indikator keempat adalah menjauhi perilaku kekerasan. Terakhir, menerima modernitas dan menerima kemajuan.
"Tradisi dan modernitas harus seiring dan sejalan, tidak perlu dipertentangkan karena manusia ini orientasi ke depan," ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Stafsus Mensesneg: Indonesia miliki DNA wasathiyah