Tapanuli Selatan (ANTARA) - Praktisi Hukum Abdur Rozzak Harahap, S.H, menegaskan, bagi siapapun yang mencoba menghalangi proses tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2024 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dan jajarannya di seluruh Indonesia, bisa dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.
"Hati-hati dan ini adalah Peringatan dari Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 2016, jangan mencoba-coba mengintimidasi atau mengancam masyarakat dengan kekerasan dan ancaman lainnya kepada masyarakat yang sedang dan akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan atau mendukung kepada salah satu Pasangan Calon Kepala Daerah Khususnya dari jalur perseorangan atau independen. Karena, jika terbukti melakukan akan dipidana penjara dan denda sesuai aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," tegas Rozzak lagi, dalam keterangannya diterima, Senin
Berdasarkan pasal 180, Pasal 182A dan Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal 180 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang Calon Gubernur/Wakil Gubernur, Calon Bupati/Wakil Bupati, Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp.36 juta dan paling banyak Rp.72 juta.
Pasal 182 (a) menyebutkan dengan tegas, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp24 juta dan paling banyak Rp.72 juta.
Selain itu, dalam pasal 187 (a) setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga menjadi suara tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp.200 juta dan paling banyak Rp.1 Miliar.
"Ini sanksinya luar biasa berat, jadi siapapun baik perorangan, badan hukum, aparat Kepolisian, TNI dan ASN yang mencoba untuk melakukan dugaan tindak pidana intimidasi terhadap proses tahapan pemilihan kepala daerah baik dengan kekerasan maupun ancaman, dapat dijerat secara hukum," tegas Rozzak
Oleh sebab itu, Rozzak, menyeru bilamana ada sejumlah warga yang merasa dihalang-halangi (intimidasi) saat ingin menyalurkan hak pilihnya. "Silahkan laporkan ke jajaran Bawaslu dan Gakkumdu, dengan disertakan bukti-bukti dan saksi-saksi" Jika pelakunya diduga adalah aparat Polri maupun TNI maka laporkan ke bidang Propam jika di Kepolisian dan ke POM TNI jika pelakunya oknum TNI. Jadi masyarakat jangan takut, semua ada jalur hukumnya bagi siapa saja terbukti melakukan dugaan intimidasi dengan kekerasan maupun ancaman," terangnya.
Tujuannya demi terselenggara-nya pesta demokrasi yang aman dan sukses. Ia juga mengingatkan kepada siapapun termasuk yang berkepentingan atau tidak dalam pemilihan kepala daerah untuk tidak menghalang-halangi proses tahapan yang dijalankan oleh penyelenggara Pilkada yakni KPU.
"Di ingatkan juga kepada seluruh pihak, baik peserta pilkada atau team suksesnya, masyarakat atau kelompok tertentu atau oknum-oknum yang diduga mengatas namakan institusi Polri dan TNI untuk tidak melakukan dugaan tindak pidana mengintimidasi masyarakat dengan cara kekerasan atau bentuk ancaman apapun, mari kita sukseskan Pilkada serentak 2024 dengan mendukung kinerja penyelenggara yang berkualitas dan berintegritas," tandas-nya.