Medan (ANTARA) - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan dr Ery Suhaymi Sp B, MKed (Surg), FINACS, FICS mengatakan risiko penggunaan rokok elektrik serupa dengan rokok konvensional.
"Bahayanya tetap sama. Bedanya hanya satu elektrik, satu tidak," ujar Ery di Medan, Sabtu.
Menurut pria yang juga mengantongi gelar sarjana dan magister ilmu hukum itu, risiko tetap ada selama rokok memiliki kandungan kimia khususnya nikotin.
Selain menyebabkan ketergantungan, Ery menyebut nikotin dapat menyebabkan berbagai penyakit khususnya yang menyerang paru-paru.
Dampak paling parah, dia melanjutkan, adalah pengguna rokok elektrik dapat terserang kanker.
"Nikotin itu salah satu pemicu kanker. Kanker ini paling sering menyerang saluran napas seperti paru-paru, tenggorokan. Belum lagi risiko serangan jantung," kata Ery.
Oleh sebab itu, dia berharap adanya pengendalian rokok elektrik terutama untuk orang di bawah umur atau lebih muda dari 18 tahun.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Masyarakat harus terus diedukasi tentang bahaya penggunaan rokok elektrik dan konvensional. Perlu pengawasan orang tua agar anak-anak tidak mengonsumsinya," tutur Ery.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah melarang penggunaan rokok elektrik karena ancaman bahaya dinilai sama dengan rokok konvensional karena mengandung nikotin, bahan karsinogenik dan toksik.
IDI menilai, bahan-bahan di rokok elektrik seperti glikol, gliserol, alkanal, formaldehida, dan logam dapat merusak paru-paru, sistem ekskresi dan sel-sel di dalam tubuh.
Pada tahun 2023, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) meminta negara-negara agar melarang rokok dan vape (rokok elektrik) di sekolah demi melindungi generasi muda.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IDI Medan: Risiko penggunaan rokok elektrik serupa rokok konvensional