Ulifa menjelaskan beberapa respons yang bisa muncul dari remaja yang mendapat serangan gangguan mental. Antara lain menyakiti diri sendiri (self harm) seperti menyayat kulit, membakar bagian tubuh dan membenturkan bagian tubuh, terpikir untuk bunuh diri (suicide ideation), kecanduan game dan pornografi, kecanduan alkohol dan lain-lain. Self harm memang belum masuk dalam kategori percobaan bunuh diri, namun perilaku tersebut bisa berkembang menjadi bunuh diri.
Beberapa gejala kecenderungan bunuh diri pada remaja yang harus segera direspons dengan tepat, seperti berbicara bahwa ia adalah beban bagi orang lain, menarik diri dari keluarga dan teman, menunjukkan kemarahan atau bicara mengenai keinginan untuk membalas dendam. Juga perasaan cemas atau agitasi, dan peningkatan frekuensi penggunaan alkohol bagi yang sudah menjadi pecandu.
Pendiri Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB), Ruth Andriani, mengatakan isu kesehatan mental menjadi salah satu prioritas KGSB, selain masalah kekerasan seksual dan perundungan.
“Kami mengajak para anggota KGSB untuk berperan aktif dalam membantu meningkatkan literasi kesehatan mental di lingkungan terdekatnya,” kata Ruth.
Pendiri Rumah Guru BK, Ana Susanti, mengatakan sejumlah faktor yang bisa menjadi penyebab masalah kesehatan mental pada remaja, yaitu tekanan akademik, pergeseran sosial, pengaruh media sosial dan totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau keluarga.
Terdapat empat tanda yang dicermati pada remaja yang mengalami masalah gangguan kesehatan mental, yaitu perubahan suasana hati secara drastis, perubahan pola tidur dan pola makan, menurunnya minat dan energi, serta perubahan perilaku secara drastis termasuk penarikan diri dan perilaku merusak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Psikolog minta guru jangan abai gejala gangguan kesehatan mental siswa