"Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak," katanya.
Nadia menyampaikan bahwa nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia dilepaskan untuk mengendalikan penularan virus dengue.
Jika nyamuk Aedes aegypti jantan dengan Wolbachia kawin dengan nyamuk betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblokir.
Apabila nyamuk betina dengan Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan yang tidak memiliki bakteri itu, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia.
"Metode pertama pelepasan bertujuan untuk mengurangi populasi nyamuk Aedes eegypti dengan melepas nyamuk ber-Wolbachia jantan saja dalam kurun waktu tertentu, sehingga telur-telur yang dihasilkan tidak menetas dan memberikan dampak berupa penurunan populasi," kata Nadia.
Metode pelepasan kedua yang ditujukan untuk menyebarkan Wolbachia dalam populasi nyamuk Aedes aegypti guna menekan penularan virus dengue, ia melanjutkan, dilakukan dengan melepas nyamuk jantan dan betina dengan Wolbachia dalam waktu sekitar enam bulan agar mayoritas nyamuk dalam populasi memiliki Wolbachia.
Kemenkes telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sejak awal 2023.
Penyebaran jentik nyamuk berbakteri Wolbachia dilakukan di 47.251 titik di Kota Semarang, 20.513 titik di Kota Bandung, 18.761 titik di Kota Jakarta Barat, 9.751 titik di Kota Kupang, dan 4.917 titik di Kota Bontang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes: Penggunaan Wolbachia tak berpotensi timbulkan penyakit baru
"