Medan (ANTARA) - Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Medan Benny Nasution mengatakan, pelarangan transaksi niaga di "social commerce" (s commerce), atau media sosial untuk berdagang, dan pengetatan masuknya barang impor tidak mempengaruhi UMKM Medan.
"Di Medan itu dampak terbitnya aturan itu tidak terlalu terasa karena sejak dahulu memang menghasilkan produk-produk lokal," ujar Benny di Medan, Rabu.
Benny melanjutkan, dalam berproduksi dan memasarkan produknya, sangat sedikit UMKM-UMKM di Medan yang mengandalkan "s-commerce" misalnya TikTok Shop.
Sementara terkait barang impor, dia memastikan UMKM-UMKM Medan hanya menjual produk-produk buatan sendiri.
Kalau pun ada, bahan impor atau dari luar daerah didatangkan hanya untuk bahan pembuat produk.
Oleh sebab itu, Benny menyebut pihaknya belum pernah menerima keluhan dari UMKM terkait pelarangan "s commerce" dan pengetatan impor oleh pemerintah.
"Sampai sekarang semuanya masih normal, belum ada komplain," tutur dia.
Pelarangan "s commerce" diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik terbit pada September 2023.
Regulasi itu merupakan revisi dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Salah satu isi yang penting dari Permendag Nomor 31 Tahun 2023 adalah soal "social commerce".
Pasal 21 regulasi tersebut menyatakan bahwa pada ayat 2, PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau "social commerce" dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang.
Kemudian ayat 3 pasal yang sama menyebut bahwa PPMSE dengan model bisnis "social commerce" dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.
Terkait pengetatan barang impor, Pemerintah Indonesia menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman mulai 17 Oktober 2023, yang merupakan revisi dari PMK Nomor 199/PMK.010/2019.
Ada enam perubahan yang ada di regulasi baru tersebut, di mana salah satunya adalah skema kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), yang sebelumnya bersifat opsional, kini menjadi wajib.
PPMSE yang dimaksud adalah yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu tahun kalender. Sementara PPMSE yang bertransaksi di bawah jumlah tersebut dikecualikan dari kewajiban kemitraan.
Lalu, pemerintah turut mengatur ketentuan ekspor barang kiriman pada PMK 96/2023. Hal itu bertujuan untuk mendorong ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring dengan meningkatnya perdagangan lintas negara melalui "e commerce".