Oleh karena itu, kata Faris, prosedur denervasi ginjal efektif membantu pasien hipertensi yang memiliki efek samping dari obat konvensional, serta pasien yang tidak patuh dan kesulitan dalam mengonsumsi obat hipertensi dalam jangka panjang.
Faris mengungkapkan prosedur ini memiliki banyak keuntungan, antara lain aman untuk ginjal, karena dilakukan dalam waktu singkat kurang lebih satu jam, dan setelah satu hingga dua hari rawat inap, pasien diperbolehkan untuk pulang.
"Tidak memerlukan implan atau alat apapun, sehingga sangat efektif untuk menurunkan risiko stroke, gagal jantung, gagal ginjal, penyakit vaskular perifer, dan kerusakan pembuluh darah retina yang mengakibatkan gangguan penglihatan," tuturnya.
Terkait hal tersebut, data dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 33 persen.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta seluruh lapisan masyarakat untuk mulai membiasakan diri rutin melakukan cek tekanan darah, baik secara mandiri ataupun di fasilitas kesehatan terdekat sebagai upaya pencegahan hipertensi.
"Hipertensi sering disebut sebagai the silent killer. Selain menyebabkan penyakit lain dan kematian, pembiayaan kesehatan juga menjadi sangat besar,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta (6/6).
Dengan rutin memeriksakan tekanan darah, kata Menkes, masyarakat sudah berpartisipasi aktif melakukan deteksi dini hipertensi yang sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit tidak menular akibat hipertensi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter paparkan denervasi ginjal sebagai solusi penanganan hipertensi