"Bagi mereka, Rp1 saja berarti karena itu uang. Meski begitu, kalau pelaku usaha sudah terbiasa dengan kebijakan baru ini, seharusnya tidak ada masalah," kata Zumri.
Sementara, menurut pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin, tarif 0,3 persen untuk setiap transaksi QRIS usaha mikro masih dapat ditoleransi lantaran jumlahnya yang tidak terlalu signifikan.
Dengan tarif tersebut, Gunawan mencontohkan, untuk transaksi seharga Rp10 ribu pelaku usaha cuma dikenakan Rp30.
Oleh sebab itu, dia menganggap pedagang tidak terbebani dengan penerapan tarif tersebut.
"Jadi QRIS masih efektif untuk pembayaran daring, daripada pedagang bertransaksi dengan uang tunai yang berisiko," tutur Gunawan.