Tapanuli Selatan (ANTARA) - Rencana relokasi ruas jalan Aek Latong - Batu Jomba sudah tentu akan menggusur sebagian lahan dan atau beberapa hunian yang dilewati pada trase atau rute jalan.
Respons banyak masyarakat terdampak proyek itu kekhawatiran akan kehilangan pendapatan berikut sumbernya yang menjadi penopang hidup keluarga.
Demikian Kordinator Tim Land Acquisition Action Plan (LARP= Pembebasan Lahan dan rencana relokasi), Ari Hariadi dalam satu pembicaraan dengan ANTARA, di Sipirok, Minggu (13/11).
Dia mengatakan bahwa pihaknya baru saja mengadakan forum group diskusi (FGD) kepada warga terdampak proyek khusus bagi kaum hawa.
Mama Tio dan Dameria, pemilik warung pemandian Air Panas dekat dengan jembatan di Desa Simangumban Julu, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara misalnya.
"Mereka (Tio dan Dameria) yang masih berhubungan keluarga dalam diskusi kelompok di lokasi usahanya berharap kehadiran proyek menghilangkan sumber mata pencarian merek," kata Ari.
Pilihan sulit
Selaras dengan kasus warung makan pemandian air panas milik Tio dan Dameria yang diperkirakan akan terkena dan harus pindah atau digeser.
"Ini pilihan sulit, karena hanya disini kami dan anak-anak mengusahakan dua warung makan lengkap dengan pemandian air panas,” keluh Tio ditirukan Ari.
Memang di belakang warung masih ada sedikit tanah tersisa. Meskipun harus mundur dan akan tetap membuka usaha warung makan pemandian air panas. Sementara di atas tanah kosong itu ada tambak atau kuburan keluarga.
"Terkait kuburan itu mungkin dapat dipindahkan, namun harus melalui serangkaian upacara adat yang akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi," katanya.
Sebagai bandingan, biaya menurunkan atau mengubur itu perlu sekitar 150 juta rupiah, “Naaach dapat diperkirakan jika memindahkan tambak-kuburan, pertama harus menggali dan mengangkat, lalu menguburkannya kembali”, Tio utarakan kepada Tim LARP.
Rangkaian kegiatan LARP
Sebenarnya diskusi kelompok terarah itu sendiri merupakan salah satu rangkaian kegiatan LARP. Pemandunya fasilitator perempuan dari Tim Konsultan PT Pola Agung sebagai salah satu KSO pada - ESP Project Preparation Consultant (PPC) Package 1.
"Tujuannya memastikan bahwa mata pencaharian dan standar hidup orang-orang yang terpengaruh/terdampak kehadiran proyek dapat meningkat, atau setidaknya dikembalikan ke tingkat pra-proyek (fisik dan atau ekonomi)," sebutnya.
Termasuk di dalamnya rencana penanganan terhadap kelompok rentan dan severity, tambahnya.
"Jadi kekhawatiran bahwa relokasi proyek jalan itu jangan sampai menggusur habis tempat usaha warung makan dan pemandian air panas masyarakat itu cukup sangat beralasan," katanya.
Tempat usaha yang telah lama dirintis itu menurutnya berdiri di atas “lahan mahal” - berbeda harganya dengan lahan sekitarnya. Selain strategis sebagai tempat istirahat, juga mempunyai daya tarik sumber air panas sebagai daya tariknya.
"Pun demikian sebaliknya masyarakat khususnya kedua ibu yakni Tio dan Demeria sangat sangat mendukung bahkan mendorong agar proyek relokasi jalan agar cepat dilaksanakan," ungkapnya.
Aspirasi adat dan langkah dokumen
Selain menampung aspirasi kaum perempuan, studi LARP juga memperhatikan masyarakat adat beserta kearifan lokal (local wisdom) melibatkan ahli masyarakat adat.
"Tim LARP melibatkan ahli masyarakat adat yang berlatar belakang pendidikan Antropologi yang salah satu tugasnya menyusun Screening Category Indigenous People dan melaksanakan FGD bagi masyarakat adat," katanya.
Studi LARP ini nantinya sebagai langkah awal penyiapan lahan untuk pembangunan, dengan kata lain Dokumen LARP diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam hal pengadaan tanah, yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Pasal 5.
"Kehadiran proyek di perkirakan memiliki panjang 37 kilometer itu diupayakan meminimalisir dampak negatif, prinsipnya direncanakan sesuai dengan semangat pembangunan yang berkelanjutan," tegasnya.
Terpenting, tambahnya lagi untuk membantu warga terdampak proyek (WTP) untuk memulihkan dan meningkatkan penghidupannya agar WTP tidak mengalami penurunan kualitas hidup.
"Setidaknya setara dan lebih baik", pungkas Ari Hariadi juga Antropolog UNPAD itu menutup pembicaraan.