Tanjungbalai (ANTARA) - Ketua DPRD Kota Tanjungbalai, H.Tengku Eswin mendukung para nelayan di daerah setempat yang meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI meninjau ulang Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) yang mengatur Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) akan diberlakukan tahun 2022 ini.
Dukungan tersebut dinyatakan Eswin usai menerima audiensi sejumlah asosiasi nelayan dan buruh bongkar muat yakni HNSI, APPINDO, PENKAPIN, SPSI dan SBSI yang keberatan terhadap rancangan peraturan MKP terkait pembongkaran hasil penangkap ikan di wilayah penangkapan, di gedung dewan, Senin (5/9).
"Sebagai Ketua DPRD Tanjungbalai, saya mendukung keberatan para asosiasi nelayan dan pekerja atau buruh bongkar muat terhadap kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut," kata Eswin.
Ia melanjutkan, sesuai laporan baik dari HNSI, APPINDO, PENKAPIN serta SPSI dan SBSI, jika Menteri Kelautan dan Perikanan menerapkan kebijakan itu, maka ada sekitar 25.000 jiwa kaum nelayan serta ribuan pekerja/buruh warga Tanjungbalai akan terganggu perekonomiannya.
Sehingga pihaknya (DPRD) merasa bertanggungjawab menyahuti aspirasi yang disampaikan asosiasi nelayan maupun asosiasi para pekerja bongkar-muat
Langkah taktisnya, kata Eswin, DPRD Tanjungbalai akan menyurati Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta Kementerian Perikanan dan Kelautan agar memperhatikan nasib nelayan dan pekerja bongkar muat warga Tanjungbalai.
"Penerapan kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dengan kehidupan nelayan maupun pekerja bongkar-muat warga Kota Tanjungbalai. Untuk itu, kami segera menyurati Gubernur dan bersama asosiasi nelayan dan buruh menyampaikan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan," kata Tengku Eswin.
Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tanjungbalai H.Syafrijal Pabjaitan akrab disapa Haji Budi menyatakan, jika kebijakan KKP terkait Wilayah Pengelolaan Perikanan (WWP) diterapkan, pasti menimbulkan dampak negatif bagi 25.000 nelayan dan ribuan pekerja/buruh.
"HNSI siap menjadi fasilitator dan mendampingi nelayan Tanjungbalai dalam penolakan diterapkannya kebijakan WPP oleh KKP. Intinya, kami HSNI bersama Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia (APPINDO), Persatuan Nakhoda Kapal Penangkap Ikan (PENKAPIN) serta kawan-kawan dari SPSI dan SBSI menolak kebijakan tersebut," kata Haji Budi diamini Hasan Ketua APPINDO Tanjungbalai.
Sementara itu, Ketua Persatuan Nakhoda Kapal Penangkap Ikan (PENKAPIN) H.Padli diwakili Sekretaris Fahmi Sibarani menjelaskan bahwa untuk kapal tangkap ikan WPP 711 (Laut Natuna) asal Tanjungbalai ada 90 unit, dan untuk GT-30 ada 80 unit.
"Jika kebijakan KPP terapkan, maka 90 unit kapal penangkap ikan WPP 711 dari Tanjungbalai akan bongkar hasil tangkap di Batam. Ini akan membuat nelayan maupun pekerja atau buruh mengalami kesulitan ekonomi. Kami minta Menteri Kelautan dan Perikanan dapat meninjau ulang kebijakan tersebut," kata Fahmi Sibarani.