Medan (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengutip pepatah yang sangat sesuai dengan situasi saat ini. “No matter how long the winter, spring is sure to follow." (Betapapun lamanya musim dingin yang beku, gelap, murung dan mencekam, musim semi yang ceria pasti akan datang).
Pandemi COVID-19 menjadi suatu wabah yang sangat menakutkan dalam sejarah peradaban manusia. Meski telah berlangsung lebih dari dua tahun, pandemi seolah masih belum berhenti menebar ancaman terhadap kehidupan manusia.
Sejak kasus pertama kali ditemukan di Wuhan, China, pada akhir 2019, COVID-19 telah menyebar ke semua negara. Sebanyak 490 juta orang telah terinfeksi dan telah menyebabkan 6,16 juta kematian di seluruh dunia. Pandemi menyebabkan krisis kesehatan di seluruh dunia. Penularannya sangat cepat terjadi karena ditularkan melalui udara apalagi dalam ruangan tertutup atau di tempat keramaian.
Lonjakan kasus yang sangat cepat menyebabkan fasilitas kesehatan sangat kewalahan dan bahkan tidak mampu menangani pasien, terutama di kota-kota besar. Mirisnya, banyak tenaga kesehatan (nakes) yang terinfeksi dan menjadi korban pada saat penanganan pasien. Teror COVID-19 semakin nyata karena minimnya obat-obatan serta peralatan medis. Masyarakat menjadi semakin panik karena kelangkaan obat-obatan dan mahalnya perawatan penderita kasus COVID-19.
Sampai April 2022, jumlah kasus di Indonesia telah mencapai lebih dari 6 juta dan menyebabkan lebih dari 155 ribu kematian. Pandemi COVID-19 benar-benar menakutkan bagi manusia terutama bagi para lansia. Pandemi tidak hanya memperburuk kesehatan manusia, tetapi juga mengganggu tatanan kehidupan sosial.
Sebagai upaya memutus rantai penularan, Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa kebijakan antara lain, (1) pembatasan sosial berskala besar (PSBB), (2) melarang semua kegiatan formal dan informal yang menimbulkan keramaian/kerumunan pada masa pemberlakuan PSBB, (3) membatasi mobIlitas penduduk, dan (4) mengimbau masyarakat untuk menjaga jarak dan membatasi aktivitas sosial di luar rumah.
Agar tetap produktif, pemerintah mengimbau agar masyarakat bekerja, belajar dan ibadah dari rumah.
Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) berdampak secara langsung pada permintaan/konsumsi barang dan jasa. Kurangnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan penurunan supply barang dan jasa. Akibatnya, para pengusaha mengurangi jumlah tenaga kerja sehingga menambah angka pengangguran terbuka.
Bertambahnya angka pengangguran menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat. Hal itu menjadi penyebab daya beli menurun, terlebih lagi karena masyarakat menahan saving untuk berjaga-jaga. Nilai investasi masyakarat dan pemerintah juga mengalami penurunan yang menyebabkan masyarakat miskin dan rentan semakin bertambah.
Goncangan ekonomi akibat pandemi juga berimbas pada lesunya sektor jasa keuangan. Kegiatan ekspor-impor menjadi turun dan mempengaruhi peredaran jumlah uang di masyarakat. Jumlah Non-Performing Loan (NPL) kredit pinjaman individu dan korporasi melonjak karena lesunya perekonomian akibat pandemi COVID-19.
Perpu 1 Tahun 2020
Pemerintah melihat dampak multi-dimensi akibat pandemi COVID-19 adalah kegentingan yang luar biasa karena menyangkut keselamatan dan masa depan bangsa Indonesia.
Sebagai respons atas situasi yang terjadi, pemerintah mengambil kebijakan extra-ordinary policy dengan mengeluarkan Perpu 1 Tahun 2020 (UU 2/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perpu 1 Tahun 2020 mengatur antara lain, (1) pelebaran defisit APBN, (2) refocusing anggaran, dan (3) menambah anggaran belanja pemerintah di masa pandemi COVID-19 atau yang disebut dengan countercyclical policy.
Melalui instrument fiskal APBN, pemerintah ingin mengurangi beban masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Dengan kata lain, APBN diarahkan untuk mengatasi gejolak yang terjadi di masyarakat pada masa pandemi.
Gerak cepat pemerintah dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19 diimplementasikan dalam Progam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN merupakan extra-ordinary effort pemerintah untuk pemulihan kesehatan dan mencegah memburuknya perekonomian nasional.
Program PEN terdiri atas lima cluster, yaitu (1) Penanganan Kesehatan, (2) Program perlindungan sosial, (3) program Prioritas, (4) Dukungan untuk Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM), dan (5) Insentif usaha. Realisasi program PEN tahun 2020 dan 2021 dapat dilihat pada tabel 1.
Secara garis besar, program PEN memiliki tiga fungsi utama dalam penanggulangan dampak COVID-19. Pertama, program PEN berfungsi dalam pemulihan kesehatan agar masyarakat terlepas dari ancaman penularan COVID-19. Kedua, program PEN berfungsi sebagai bantalan ekonomi agar masyarakat tidak kelaparan dan tidak semakin terjerumus ke dalam jurang kemiskinan.
Ketiga, program PEN berfungsi sebagai stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha agar dapat bertahan di tengah lesunya perekonomian.
Pemulihan Kesehatan
Pemerintah melihat bahwa kesehatan adalah faktor utama dalam pemulihan ekonomi nasional. Ekonomi tidak akan bangkit apabila pandemi COVID-19 masih terjadi. Dengan kata lain, tanpa kesehatan masyarakat, ekonomi tidak akan bangkit.
Untuk memulihkan kesehatan, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi penularan COVID-19. Selain melakukan 3 T (testing, tracing dan treatment), pemerintah melakukan edukasi kepada masyarakat agar disiplin memakai masker dan menjaga jarak. Situasi darurat memaksa pemerintah membangun beberapa rumah sakit khusus COVID-19 dan fasilitas kesehatan lainnya.
Pemerintah juga menanggung seluruh biaya perawatan pasien yang terpapar COVID-19 serta menyediakan secara gratis berbagai jenis obat dan suplemen bagi pasien yang melakukan isolasi mandiri.
Adapun realisasi anggaran penanganan kesehatan mencapai Rp62,67 triliun pada 2020. Pelaksanaan vaksinasi secara gratis pada 2021 menyebabkan realisasi anggaran untuk program ini bertambah menjadi Rp198,5 triliun atau naik tiga kali lebih besar dari tahun 2020.
Dikutip dari portal kementerian kesehatan per 12 April 2022, jumlah warga yang telah menerima vaksinasi COVID-19 telah mencapai 166 juta atau sekitar 80% dari target sasaran penerima vaksin. Penanganan kesehatan mulai menunjukkan hasil, dimana aktivitas sosial ekonomi masyarakat mulai berjalan normal serta dunia usaha yang mulai bergerak naik.
Bantalan Ekonomi
Pandemi telah mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan. Program perlindungan sosial dijalankan untuk menjaga daya beli masyarakat agar dapat bertahan di masa krisis.
Berbagai jenis bantuan tunai maupun non-tunai disalurkan kepada masyarakat miskin dan rentan. Program perlindungan sosial antara lain program keluarga harapan (PKH), subsidi listrik, bansos sembako, bansos tunai, BLT desa, kartu prakerja, bantuan beras, bantuan subsidi upah (BSU) pekerja, dan subsidi kuota internet.
Bantuan sosial tunai dan bantuan sembako tersebut merupakan bantalan ekonomi bagi masyarakat miskin dan menengah agar bertahan di masa krisis. Pemerintah menyalurkan anggaran untuk program perlindungan sosial pada tahun 2020 dan 2021 sebesar Rp387,6 triliun.
BPS mencatat tingkat kemiskinan pada tahun 2020 mencapai 10,11% atau sebanyak 27,55 juta orang. Sementara Bank Indonesia memperkirakan, tanpa program PEN, tingkat kemiskinan dapat mencapai 11,8% pada tahun 2020. Masih menurut Bank Indonesia, program PEN telah mampu menyelamatkan sebanyak 5 juta orang dari kemiskinan.
Program PEN sebagai bantalan ekonomi telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Pada September 2021, jumlah penduduk miskin turun menjadi 9,71% atau sebanyak 26,5 juta orang. Jumlah tersebut turun 1,05 juta orang dibandingkan dengan September 2020.
Stimulus Ekonomi
Jika program PEN sebagai bantalan ekonomi bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan berbagai program bantuan sosial, maka program PEN sebagai stimulus ekonomi berfokus pada pemberian fasilitas keringanan atau relaksasi pajak bagi para pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan korporasi.
Survey BPS tahun 2020 menunjukkan lebih dari 80% dunia usaha mengalami penurunan pendapatan pada masa pandemi COVID-19. Artinya, Program PEN sangat tepat untuk memberikan dukungan bagi UMKM dan korporasi melalui subsidi bunga pinjaman dan bantuan produktif usaha mikro (BPUM).
Stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021. Jika pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi negatif 2,07%, pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 3,69%. Bahkan Bank Indonesia memperkirakan penguatan ekonomi Indonesia akan terus berlangsung pada tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,7% – 5,5%.
Simpulan
Pandemi COVID-19 tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan namun juga berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia. Jika tidak direspon dengan cepat, pandemi akan mengancam keselamatan dan masa depan generasi bangsa Indonesia.
Kondisi darurat akibat pandemi COVID-19 memaksa pemerintah bergerak cepat untuk memulihkan kesehatan dan menopang perekonomian masyarakat. Melalui Perpu 1 Tahun 2020 (UU 2 Tahun 2020) pemerintah mengambil kebijakan countercyclical dengan menambah anggaran belanja pemerintah untuk melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Sekarang, kita dapat melihat kesehatan masyarakat berangsur-angsur semakin pulih dan perekonomian mulai tumbuh pada akhir tahun 2021. Apabila geopolitik nasional dan stabilitas dunia dapat terjaga, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,2% pada tahun 2022 sesuai dengan prediksi Bank Dunia.
*) Kepala Seksi Bank, KPPN Medan II
Hasil kerja keras APBN pada masa pandemi COVID-19
Sabtu, 23 April 2022 12:50 WIB 15143