Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal kesepakatan pemberian sejumlah uang untuk tersangka Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) terkait pemenangan proyek.
KPK memeriksa tersangka Muara Perangin Angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/2) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Diperiksa dalam posisinya sebagai tersangka. Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait kesepakatan pemberian sejumlah uang untuk tersangka TRP karena tersangka MR dimenangkan untuk mengerjakan salah satu proyek di Pemkab Langkat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.(26/2).
Baca juga: KPK panggil wiraswasta dalam penyidikan kasus korupsi Bupati Langkat
Selain itu, KPK pada Jumat (25/2) juga memanggil satu orang saksi untuk tersangka Terbit, yaitu Muhamad Yusuf Kaban selaku wiraswasta. Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tanpa konfirmasi.
"Diperoleh informasi yang bersangkutan tidak hadir dan tanpa konfirmasi alasan ketidakhadirannya. KPK mengingatkan untuk memenuhi panggilan tim penyidik pada penjadwalan selanjutnya," ucap Ali.
Baca juga: KPK dalami pengaturan proyek dinas pemkab oleh Bupati Langkat
KPK menetapkan enam tersangka kasus itu. Sebagai penerima, yakni Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS). Sementara sebagai pemberi, yaitu Muara Perangin Angin (MR).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase "fee" oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang "fee" dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.