Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya pengaturan proyek di beberapa dinas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, Sumatera Utara, yang dilakukan langsung oleh tersangka Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP)
Untuk mendalaminya, KPK, Rabu (23/2), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, memeriksa Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Langkat Musti sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya tentang dugaan adanya pengaturan proyek secara langsung oleh tersangka TRP di beberapa dinas Pemkab Langkat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.(24/2)
Baca juga: KPK panggil dua saksi dalam penyidikan kasus Bupati Langkat TRP
Selain Musti, Ali mengatakan KPK sebenarnya juga memanggil satu saksi lainnya, yakni Mimpin Sitepu selaku Wiraswasta/Direktur CV Salsa. Namun, Mimpin tidak hadir dan tanpa konfirmasi.
"KPK mengingatkan kepada yang bersangkutan untuk memenuhi panggilan tim penyidik pada agenda pemeriksaan berikutnya," ujar Ali.
Terkait dengan kasus korupsi tersebut, KPK total menetapkan enam tersangka yang terdiri atas lima penerima suap dan satu pemberi suap.
Penerima suap adalah Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing, Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS), sementara pemberi suap adalah Muara Perangin Angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama Iskandar diduga mengatur pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam hal itu, Terbit memerintahkan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Suhardi untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar.
Iskandar diduga menjadi representasi Terbit perihal pemilihan pihak rekanan yang memenangkan paket proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebutkan, agar bisa menjadi pemenang paket proyek itu, diduga ada dua permintaan persentase "fee" oleh Terbit melalui Iskandar. Pertama, bernilai 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan yang melalui tahapan lelang. Kedua, bernilai 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara. Ia diketahui menggunakan beberapa bendera perusahaan dengan total nilai paket proyek sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi. Selanjutnya, "fee" itu diberikan kepada Iskandar dan diteruskan kepada Terbit.
KPK menduga, mulai dari penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang "fee" berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan. Hal tersebut akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.