Medan (ANTARA) - Kristinus Saragih, dokter aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara divonis bersalah oleh majelis hakim dalam kasus jual vaksin Sinovac secara ilegal. Atas perbuatannya Kristinus diganjar pidana dua tahun penjara.
Selain Kristinus, Indra Wirawan, dokter ASN di Rutan Kelas IA Tanjung Gusta yang ikut terlibat dalam kasus jual vaksin ilegal dihukum dua tahun dan delapan bulan penjara.
Putusan kedua oknum dokter ini dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Pasaribu dalam persidangan yang digelar terpisah di Cakra IX, Pengadilan Negeri Medan, Rabu (29/12).
Baca juga: Dokter penjual vaksin COVID-19 di Medan dituntut empat tahun bui
Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana yaitu dakwaan ketiga JPU.
"Terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut," kata Hakim Ketua Saut Maruli Pasaribu dalam persidangan yang digelar secara teleconfrence itu.
Atas perbuatannya, kedua oknum dokter itu juga dihukum membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta. "Dengan ketentuan apabila tidak sanggup membayara diganti dengan pidana penjara selama dua bulan,"ucap Saut.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan JPU Hendrik Sipahutar. Sebelumnya dokter Kristinus Sagala dituntut tiga tahun penjara, sedangkan dokter Indra Wirawan dituntut empat tahun penjara. Keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Atas putusan ini, kedua terdakwa maupun JPU menyatakan pikir. Sebagaimana diberitakan, kasus ini bermula saat terdakwa Selviwaty menghubungi Kristinus Saragih meminta agar rekan-rekannya divaksin.
Awalnya terdakwa Kristinus menolak, kemudian karena disepakati ada pemberian uang sebesar Rp 250 ribu per sekali vaksin untuk tiap orangnya, maka dokter Kristinus bersedia melakukan suntik vaksinasi jenis Sinovac.
Kemudian lantaran stok vaksin yang dimiliki terdakwa Kristinus di Dinas Kesehatan Sumut tidak cukup, maka lanjut Robertson, dia menyarankan agar terdakwa Selviwaty menghubungi terdakwa dr Indra Wirawan yang bertugas sebagai dokter di Rutan Tanjung Gusta.
Dokter Indra juga menyepakati sebesar Rp250 ribu satu kali suntik vaksin perorang sehingga untuk dua kali vaksin akan dibayar sebesar Rp500 ribu.
Dalam dakwaan juga disebutkan, Terdakwa Dokter Kristinus yang juga vaksinator memperoleh vaksin COVID-19 merek Sinovac dengan cara setiap kali melakukan vaksinasi di Instansi pemerintah, swasta, organisasi, tokoh agama, tokoh masyarakat, guru dan lansia yang ada di Kota Medan ternyata ada sisa vaksin yang tidak terpakai.
Oleh terdakwa tersebut disimpan dan tidak dikembalikan ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan dokter Indra Wirawan memperoleh vaksin yang akan disuntikan kepada orang-orang yang dikoordinir Selviwaty dengan menggunakan jatah vaksin yang diajukan pihak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumut ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumut.
Vaksin yang diterima Indra dari saksi atas nama Suhadi, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Provinsi Sumut, tidak seluruhnya digunakan untuk atau sesuai dengan surat permohonan yang disampaikan Indra kepada Dinkes Sumut.
Sebagian telah digunakan terdakwa untuk menvaksin orang-orang yang mau membayar yang telah dikoordinir Selviwaty di beberapa lokasi
Dari hasil penjualan vaksin itu, dokter Kristinus Sagala memperoleh Rp90 juta. Sedangkan dokter Indra menerima Rp130 juta. Dalam kasus ini, majelis hakim sudah menjatuhkan vonis 20 bulan penjara kepada Selviwaty.
Dokter penjual vaksin di Medan divonis dua tahun penjara
Rabu, 29 Desember 2021 16:41 WIB 2052