Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memaparkan sejumlah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi setiap Warga Negara Indonesia (WNI) dari ancaman hukuman mati di luar negeri.
"Pada dasarnya ada tiga prinsip yang kita pegang dalam melindungi WNI yang diatur dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemenlu Judha Nugraha di Jakarta, Senin (18/10).
Pertama, kata dia, mengedepankan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kedua, pemerintah tidak mengambil tanggung jawab pidana maupun perdata, dan terakhir perlindungan dilakukan sesuai hukum nasional, hukum negara setempat serta hukum kebiasaan internasional.
Baca juga: 206 WNI terancam hukuman mati sepanjang 2021
"Kita tidak memberikan impunitas terhadap warga kita yang melakukan kejahatan di luar negeri, tetapi tugas negara adalah memberikan pendampingan hukum," kata Judha.
Pendampingan hukum tersebut ditujukan agar WNI yang tersandung hukum di negara lain mendapatkan perlakuan hukum atau haknya secara adil.
Judha mengatakan upaya menyelamatkan WNI dari ancaman hukuman mati di luar negeri juga tergantung negara yang menjatuhkan hukuman. Misalnya di Arab Saudi dan negara-negara timur tengah biasanya merujuk pada syariat islam.
"Kalau negara-negara islam untuk kasus pembunuhan ada tiga jenis yakni had, takzir dan kisas," ujarnya.
Namun, dari beberapa kasus yang terjadi pada umumnya didominasi kisas. Dalam hal ini ada sebuah mekanisme pemaafan yang dilakukan atau diberikan oleh keluarga korban.
Selain itu, kata Judha, negara juga melakukan sejumlah upaya lainnya untuk membantu WNI di luar negeri yang bermasalah dengan hukum melalui langkah litigasi dan nonlitigasi.
Upaya hukum yang dilakukan yakni akses kekonsuleran, penunjukan pengacara dan penerjemah serta upaya lain sesuai hukum di negara setempat.
Kemudian untuk upaya diplomatik meliputi diplomasi pada tingkat bilateral melalui lobi-lobi atau nota diplomatik dan pendekatan kepada sultan atau pemerintah negara setempat. Terakhir, pendekatan keluarga korban, dukungan moral dan kampanye kesadaran publik.