Tanjungbalai (ANTARA) - Pukat trawl atau biasa disebut pukat tarik merajalela menguras hasil laut di perairan Selat Malaka, tepatnya sekitaran Pulau Pandang, Pulau Jemur dan Pulau Berhala, sehingga meresahkan nelayan tradisionil warga Kota Tanjungbalai, Kabupaten Asahan dan Batu Bara.
Hal itu diungkapkan Ketua Aktivis Nelayan Jayantara (ANJ) Kota Tanjungbalai, Nazmi Hidayat Sinaga setelah mendapat keluhan dari sejumlah nelayan tradisional warga daerah setempat, Jumat (10/9).
Menurut Nazmi, sesuai pengakuan nelayan setidaknya ada 15 unit pukat tarik diduga milik oknum berinitial "TK" pengusaha PT.Halindo yang bergerak dibidang pengolahan dan ekspor hasil laut, bebas beroperasi di Selat Malaka.
Baca juga: Kapolres Tanjungbalai imbau warga agar wujudkan kamtibmas di masa pandemi
"Kapal-kapal pukat trawl bertonase besar diduga milik TK warga Tanjungbalai bebas beroperasi. Ironisnya, meski beroperasi di zona tangkap nelayan tradisional pukat trawl tersebut terkesan dibiarkan aparat terkait," kata Nazmi.
Ia melanjutkan, untuk mencegah kerugian nelayan yang resah dengan keberadaan pukat trawl serta menghindari terjadinya konflik antar nelayan, maka aparat terkait yang berwenang melakukan penegakan hukum dilaut didesak segera bertindak.
"Saya berpendapat beroperasinya puluhan unit pukat trawl itu tidak mungkin tidak diketahui aparat. Untuk itu, kepada Satpol Air maupun TNI AL diminta menindak tegas terhadap pukat trawl dan pengusahanya," kata Nazmi Hidayat Sinaga.
Nazmi yang akrab disapa Bung Naz juga memastikan bahwa selain meresahkan dan merugikan nelayan tradisionil seperti penjaring, bebasnya pukat-pukat trawl itu beroperasi setiap hari pasti merusak biota laut.
"Jika pukat trawl itu terus dibiarkan bebas beroperasi, biota laut seperti terumbu karang maupun ikan-ikan kecil habitatnya sangat terancam. Demi kelestarian ekosistim laut, maka kami (ANJ) mendesak aparat segera menindak pukat trawl dan pengusahanya," tegas Bung Naz.