Jakarta (ANTARA) - Sebelum final ganda putri Olimpiade Tokyo 2020 antara pasangan Indonesia Greysia Polli/Apriyani Rahayu dan ganda putri China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan yang dimenangkan Greysia/Apriyani 21-19, 21-15, pasangan Indonesia itu sepertinya sudah tahu bahwa terpancing oleh gaya bermain agresif lawan yang berperingkat 3 dunia itu sama artinya menutup peluang medali emas.
Dan mereka tak mau terpancing, sebaliknya mendikte lawan pada tingkat yang membuat lawan frustrasi berat. Padahal dalam sembilan pertemuan terdahulu di antara mereka, Chen/Jia sudah enam kali mengalahkan Greysia/Apriyani.
Salah satu kesimpulan yang bisa dibaca dari masing-masing lima pertandingan terdahulu yang dijalani oleh baik Greysia/Apriyani maupun Chen/Jia adalah ada dua hal besar yang membedakan mereka.
Baca juga: Greysia/Apriyani raih emas Olimpiade Tokyo 2020
Satu pasangan menghasilkan kesabaran yang di antaranya menghasilkan pertahanan yang luar biasa, dan ini adalah Greysia/Rahayu. Satu lagi pasangan yang bertumpu kepada pola main agresif dan terlihat ingin menghindari reli-reli panjang, dan ini adalah Chen/Jia. Tetapi kali ini agresivitas ganda putri China itu menemui tembok kokoh yang sulit sekali ditembus yang digalang mendekati sempurna oleh Greysia dan Apriyani.
Sebelum mengalahkan final itu, Greysia/Apriyani membutuhkan 344 menit dan 243 poin untuk sampai ke final setelah menyisihkan lima ganda putri lainnya termasuk dua pasangan berperingkat di atas mereka yang salah satunya peringkat satu dunia dari Jepang Yuki Fukushima/Sayaka Hirota.
Dalam lima laga terdahulu sebelum final, Greysia/Apriyani bermain lebih alot dari pada Chen/Jia dengan melewatkan reli rata-rata 16 detik dan 12 pukulan per reli.
Sedangkan Chen/Jia melewatkan total 344 menit dan 206 poin dari lima pertandingan sebelumnya yang hanya peringkat satu dunia Yuki Fukushima/Sayaka Hirota yang menjadi lawan berperingkat lebih tinggi dari mereka.
Pasangan China ini juga memainkan rata-rata reli yang lebih singkat dibandingkan dengan Greysia/Rahayu, sekitar 13 detik dan 8 pukulan per reli.
Intinya, sebelum final itu, Greysia/Apriyani bermain lebih liat dan sabar dibandingkan dengan Chen/Jia.
Kalau Chen/Jia hanya sekali saja memainkan reli di atas 60 detik atau satu menit, yaitu 84 detik pada gim ketiga melawan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota pada perempat final, maka Greysia/Apriyani tercatat tujuh kali adu reli lebih dari 60 detik. Mereka bahkan tiga kali memainkan reli di atas 100 menit ketika melawan tiga pasangan berbeda.
Pertama, ketika game kedua perdelapan besar melawan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota di mana mereka menghabiskan waktu 103 detik. Kedua, pada gim ketiga melawan Du Yeu/Li Yin Hui dalam perempat final yang menghabiskan waktu 101 detik. Dan terakhir saat memenangkan reli terlamanya 111 detik ketika melawan Lee Sohee/Shin Seungchan pada gim kedua saat kedudukan 19-16.
Dari data-data itu terlihat pasangan Indonesia adalah tipikal pekerja keras dan pantang menyerah.
Dan final menegaskan reputasi Greysia/Rahayu itu. Mereka menjadi pihak yang lebih sabar sekalipun memiliki kesempatan sama besar dengan Jia/Chen untuk agresif, karena teknik bertanding mereka pun sama lengkap dan baiknya dengan ganda mana pun yang berperingkat di atas mereka, termasuk Jia/Chen.
“Tak usah buru-buru”
Seperti dalam pertandingan-pertandingan terdahulunya pada Olimpiade ini, ganda putri Indonesia tak ingin cepat menyudahi laga, sebaliknya beberapa kali memancing lawan melakukan hal yang tidak mereka lakukan itu.
Ya, hasil pertandingan final itu tidak saja menciptakan sejarah untuk pertama kalinya ganda putri Indonesia menyumbangkan medali emas, dan juga medali pertama, dalam ajang Olimpiade sejak cabang olah raga ini dipertandingkan pada Olimpiade Barcelona 1992.
Karena laga final ini juga menunjukkan determinasi dan fokus luar biasa tinggi Greysia/Apriyani yang menjadi kunci kemenangan mereka, selain teknik dan kecerdasan baik dalam membaca pertandingan maupun menyetel ritme permainan.
Bayangkan, sejak mereka disamakan 1-1 untuk kemudian unggul 2-1 pada kedua gim yang mereka mainkan dalam final Olimpiade itu, Greysia/Rahayu tak pernah bisa disusul oleh China Chen/Jia.
Kecuali pada kedudukan 1-1 dalam kedua gim laga final itu, hanya satu kali Chen/Jia menyamakan kedudukan ketika mereka membuat penonton Indonesia berdegup kencang kala mengubah kedudukan 11-11 pada game pertama. Tetapi setelah itu ganda China itu tak mampu satu kali pun menyamakan kedudukan, apalagi menyalip Greysia/Rahayu.
Memang dua kali Chen/Jia bangkit menyusul sampai merebut empat poin berturut-turut, pada kedua gim. Pertama, ketika kedudukan 19-14 gim pertama, dan berikutnya pada kedudukan 19-10 gim kedua.
Tapi begitu mereka berusaha merebut poin kelima berturut-turut, Greysia/Rahayu tahu apa yang harus mereka lakukan dan mereka tahu, seperti disebut pelatih mereka Eng Hian saat timeout pada kedudukan 4-2 gim kedua, bahwa pasangan China itu "ingin cepat-cepat menyelesaikan game".
Untuk itu mereka bermain sabar sekali bahkan itu terjadi saat tinggal dua poin untuk menuntaskan gim kedua pada kedudukan 19-10. Jelas sekali, mereka berhasil mengelola dengan sangat baik emosi dan mental mereka.
Mari kita lihat kembali beberapa momen penting dalam pertandingan final ini.
Ketika Chen terlihat tak sabar sampai Indonesia memimpin 10-8 dan kemudian menjadi 11-8 saat smash Chen menyangkut net karena berusaha cepat-cepat menyelesaikan laga, China meminta timeout.
Di sini, pelatih Eng Hian meminta Greysia/Rahayu agar "enggak usah buru-buru" menuntaskan pertandingan hanya karena ingin segera memetik poin dan mengakhiri lawan.
Dan ganda putri Indonesia ini menuruti pelatihnya. Dengan dingin mereka meladeni pasangan China tapi juga tak mau terbawa arus permainan lawan, bahkan hal itu dibarengi dengan pertahanan luar biasa pejal ketika gabungan refleks tinggi, akurasi dan kecerdasan membaca perlawanan membuat mereka unggul 16-12.
Ini mungkin salah satu momen di mana pasangan Indonesia itu memiliki mental juara yang lebih besar dari pada lawannya.
Saat terjadi reli menuju kedudukan 16-12 itu, refleks cepat Greysia mengembalikan smash dari pasangan China dan pengembalian heorik Apriyani saat mementalkan smash China lainnya dengan setengah berjongkok, membuat mereka sudah seperti di atas angin.
Setelah itu, Jia/Chen memang sempat menyusul dengan berturut-turut meraih empat poin dari kedudukan 19-14, tetapi lagi-lagi omongan Eng Hian benar, pasangan China itu terlalu bernafsu menyelesaikan laga.
Ketika smash Jia gagal melewati net dan kedudukan berubah 20-18, momentum sudah dipegang Greysia/Rahayu sekalipun pasangan China itu sempat menempel sampai 20-19. Gim pertama pun diselesaikan dengan 21-19 oleh Greysia/Apriyani.
“Ini untuk kalian”
Gim kedua menjadi titik balik dari pertandingan yang berlangsung lebih sengit pada gim pertama. Sama seperti gim pertama, Greysia/Apriyani tak pernah bisa dikejar, bahkan kali ini sama sekali tak bisa disamakan kecuali kedudukan 1-1 pada awal gim, sejak kedudukan 2-1 pada gim terakhir itu.
Jia/Chen kesulitan menemukan titik lemah Greysia/Apriyani, sekalipun mereka mencobanya dengan rangkaian smash, lob dan permainan net, yang beberapa kali dengan heroik dimentahkan oleh ganda putri Indonesia itu. Sungguh, ganda putri itu sudah tak memiliki cara untuk memancing pasangan Indonesia mengikuti pola permainannya.
Mereka bahkan tertinggal sampai 2-7 yang tercipta karena pertahanan luar biasa tangguh dari Greysia dan penempatan bola yang cerdas dari Apriyani yang refleks mengirimkan shuttlecock ke kiri daerah permainan China yang kosong tak terjaga.
Setelah itu kedua pasangan bergantian menambah poin sampai kedudukan 11-7. Indonesia menambah empat poin, sedangkan China lima poin tapi tidak pernah dilakukan lebih dari dua poin berturut-turut.
Posisi 11-7 itu sempat terhenti oleh permintaan timeout dari China. Timeout itu diminta setelah dua poin yang didapatkan Indonesia dari pengamatan bola yang baik sekali dari Rahayu terhadap serve Chen untuk mengubah kedudukan 10-7, dan drop shot yang disusul smash sempurna dari Apriyani untuk membuat kedudukan 11-7.
Dari kedudukan ini, poin deras mengalir dari kedua raket Greysia/Rahayu dan ketika kedudukan menjadi 16-9, mental pemain China sudah ambruk yang tak bisa direhabilitasi lagi.
Sebaliknya kepercayaan diri dan semangat bertanding Greysia/Rahayu semakin besar, termasuk saat momen sensasional nan heroik ketika Greysia mengganti raket di tengah reli panjang sekalipun akhirnya China yang memetik poin dari reli untuk membuat kedudukan 19-10.
Ketika China kembali memetik empat poin berturut-turutnya, mereka sudah sangat terlambat. Momentum sudah dicengkeram kuat oleh Greysia/Rahayu.
China berusaha menyelamatkan muka dengan meminta review pada kedudukan 21-15, tetapi pengamatan bola yang tajam dari Apriyani lebih dipercaya mesin dari pada pengamatan lintas net dari pasangan China itu.
Dan emas pun menjadi milik Indonesia. “Ini untuk kalian,” kata Greysia Polii sampai memamerkan medali emasnya di depan kamera yang menyorotinya.
Ini juga menandai Olimpiade ketujuh dari delapan Olimpiade terakhir yang diikuti Indonesia yang berakhir dengan medali emas. Hanya Olimpiade London 2012 Indonesia pulang tanpa medali emas, dan semua medali emas itu disumbangkan oleh bulu tangkis.
Medali emas Greysia/Apriyani ini adalah medali emas kedelapan bulu tangkis setelah tujuh medali emas yang dipersembahkan bulutangkis sejak Olimpiade Barcelona 1992.
Greysia Polli dan Apriyani Rahayu juga menjadi warga Indonesia ke-12 dan ke-13 yang dikalungi medali emas Olimpiade dan menjadi saksi berkumandangnya Indonesia Raya di panggung Olimpiade setelah Susi Susanti, Alan Budikusuma, Rexy Mainaky dan Rucky Subagja (ganda putra), Tony Gunawan dan Chandra Widjaya (ganda putra), Taufik Hidayat, Hendra Setiawan dan Markis Kido (ganda putra), dan Liliyana Natsir serta Tontowi Ahmad (ganda campuran).
Selamat untuk duet baru Olimpian emas Indonesia, Greysia Polii, Apriyani Rahayu.
Kesabaran berujung sejarah dan emas kedelapan Indonesia dari Olimpiade
Senin, 2 Agustus 2021 15:57 WIB 1868