Medan (ANTARA) - Keberhasilan konsolidasi demokrasi dalam suatu negara sangat dipengaruhi oleh perspetif elit. Cepat atau lambat maupun berhasil atau gagal proses sebuah konsolidasi demokrasi ditentukan oleh para elit politik di negara tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin saat membuka kegiatan Kuliah Umum Sosiologi FISIP USU bertema Sosiologi Elit dalam Perspektif Politik, Selasa (5/1).
Baca juga: Dekan FISIP USU: Kelancaran vaksinasi Covid-19 butuh dukungan masyarakat
"Konsolidasi demokrasi bisa cepat dan lambat, bahkan bisa berhasil atau gagal, sangat dipengaruhi perspektif elit," sebut Muryanto dalam kegiatan yang digelar melalui Zoom tersebut.
Muryanto memaparkan teori elit menjadi teori yang selalu menarik digunakan untuk melihat interaksi sesama manusia.
Bahkan lanjut Sekjen Fordekiss itu, teori elit semakin menarik jika dilihat dalam konteks kekuasaan.
"Bukan hanya di negara yang baru menerapkan demokrasi, namun negara yang telah mapan demokrasinya, teori elit menghasilkan temuan dengan pola baru yang beragam," tambah Mury.
Salah satu contoh kata Mury, adalah dalam demokrasi ada kompetisi politik dan juga bisnis. Setiap kompetisi ada pihak yang kalah dan menang.
"Nah, umumnya, elit selalu mengalami masalah dalam kompetisi ketika harus menghormati yg menang dan menghargai kekalahan dalam kompetisi itu. Meskipun kompetisi diselenggarakan secara fairness," ungkap Muryanto.
Kuliah Umum ini menghadirkan dua orang narasumber yakni; Dr. Harmona Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP USU dan Yoes C. Kenawas yang merupakan Ph.D. Candidate Department of Political Science Northwestern University.