Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menyatakan, fatality rate atau tingkat fatalitas atau kematian terkait COVID-19 di Indonesia berpengaruh terhadap keputusan pemerintah terkait aktivitas perekonomian nasional.
"Fatality rate di Indonesia 7,6 persen, sedangkan di dunia sekitar 6,8 persen. Ini berarti masih mengkhawatirkan dalam fatality rate," kata Abra Talattov dalam Webinar tentang perkembangan ekonomi hadapi dampak COVID-19 yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, tingkat kematian akibat COVID-19 nasional yang masih lebih tinggi dari rata-rata global juga bakal menjadi pertimbangan pemerintah agar kapan aktivitas perekonomian masyarakat akan bisa dinormalisasi secara bertahap.
Ia mencontohkan di Malaysia yang diperkirakan pada Senin (4/5) besok sudah mulai membuka kembali banyak sektor perekonomian. Malaysia sendiri diketahui memiliki tingkat fatalitas COVID-19 sekitar 1,7 persen.
"Masing-masing negara punya pertimbangan kapan sudah bisa dibuka lagi (aktivitas perekonomian)," katanya.
Abra juga mengingatkan bahwa berdasarkan masukan dari sejumlah asosiasi, bahwa kemampuan perusahaan saat ini untuk bertahan rata-rata sekitar 2-3 bulan.
Dengan demikian, lanjutnya, bila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus berlangsung sampai berbulan-bulan, maka akan berdampak kepada banyak faktor perekonomian nasional.
"Ada tekanan pengangguran dan tekanan penciptaan lapangan kerja," katanya.
Terkait dengan investasi, pembicara lainnya, Kepala Bidang Investasi Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Muhammad Firdaus, menyatakan bahwa COVID-19 juga membuat sejumlah perusahaan yang berinvestasi menunda untuk datang ke Indonesia terutama perusahaan padat karya.
Menurut Firdaus, ada beberapa perusahaan yang menghitung ulang produksi mereka, sedangkan yang datang ke Indonesia menghadapi aturan karantina yang menyulitkan.
"Ada beberapa proyek yang masih pembangunan pabrik itu bisa dilakukan secara remote (jarak jauh) dan ada juga yang melakukan pertemuan dan diskusi secara remote," kata Firdaus.
Dengan demikian, lanjutnya, bila ada investasi pembangunan di Indonesia pada saat ini maka biasanya berjalan tanpa pengawasan on-site.