Tapteng (ANTARA) - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait merespons permintaan dari LSM P4PSU untuk turun ke Tapanuli Tengah guna mendampingi korban dugaan perbuatan cabul yang dilakukan oleh oknum guru di salah satu SD di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Kepastian kedatangannya ke Tapteng disampaikan Arist Merdeka Sirait kepada ANTARA melalui pesan WhatsAppnya, Senin (30/9).
“Komnas Perlindungan Anak (Komnas Anak) sebagai institusi yang diberikan mandat, tugas dan fungsi memberikan pembelaan (advokasi) dan perlindungan anak di Indonesia dan Relawan Sahabat Anak Indonesia wilayah kerja Sumut. Secepatnya kami bertemu Polres Tapanuli Tengah untuk memberi dukungan penerapan UU RI No. 17 Tahun 2017 dan UU RI. No. 35 Tahun 2014, sekaligus bertemu 15 korban dan keluarganya untuk diberikan dampingan reintegrasi psikologis berupa 'trauma healing' dan atau 'terapi psikososial'," ujarnya.
Baca juga: Guru SD di Tapteng diduga cabuli 15 muridnya
Penjara Seumur Hidup dan Kebiri
Masih menurut penjelasan Arist, sesuai dengan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, junto UU RI No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas IU RI Nomor 23 Tahun 2002, pelaku cabul JH (49), oknum guru SD terduga predator kejahatan seksual terancam pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun bahkan dapat diancam dengan pidana kurungan seumur hidup dan atau tambahan hukuman berupa kebiri (kastrasi) melalui suntik kimia dan pemasangan "chip" untuk monitoring terduga pelaku.
Untuk mempermudah pelaksanaan reintegrasi psikososial korban dan keluarganya, lanjut Arist, Komnas Anak juga akan segera berkoordinasi dan menggandeng LSM P4PSU Sibolga-Tapteng yang telah mendampingi para korban dan keluarganya. Sebab menurut Ketua P4PSU Jamil Zeb Tumori, kondisi para korban saat ini dalam keadaan trauma, takut dan stres.
Untuk itu, diperlukan pendampingan guna memulihkan trauma korban. Selain itu, Jamil juga meminta dukungan Komnas Perlindungan Anak untuk ikut mengawal proses hukum kasus kejahatan seksual itu sampai tuntas dan berkeadilan bagi korban.
Arist Merdeka Sirait mengingat, kejahatan seksual yang dilakukan terduga JH terhadap 15 muridnya merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) setara dengan tindak pidana korupsi, narkoba dan terorisme.
“Saya sangat percaya dengan komitmen dan kinerja Kapolres Tapteng dengan jajaran untuk segera menetapkan dan menjerat JH dengan ketentuan Undang-undang tersebut dan menolak kata 'damai' antara keluarga pelaku dan keluarga korban. Saya percaya itu. Dengan demikian saya segera berkomunikasi dengan Kapolres dan jajaran Kasatreskrim," tegasnya.
Ia juga meminta melalui peristiwa memalukan itu mendorong masyarakat, pemangku kepentingan perlindungan anak di Tapteng atas dukungan pemerintah Tapteng untuk segera berpartisipasi dan terlibat membangun kembali sistem kekerabatan melalui Gerakan Perlindungan Anak berbasis Kampung atau masyarakat yang terorganisir, sistimatis dan berkesinambungan untuk memutus mata rantai kekerasan terhapap anak.
“Pemerintah Tapteng sebagai eksekutor penyelenggara pemerintah tidak boleh lengah, diam dan wajib bangkit dan mendorong agar anak sungguh-sungguh secara konstitusional mendapat perlindungan yang memadai. Program atau kegiatan perlindungan anak berbasis kampung di Tapteng bisa diintegrasikan dengan dana desa dan kelurahan,” tandasnya.
Sementara itu Kapolres Tapteng AKBP Sukamat menjelaskan, pelaku sudah ditahan di Mapolres Tapteng setelah selesai diperiksa, Sabtu (28/9).
“Pelaku sudah kita tahan usai diperiksa kemaren, dan statusnya sudah menjadi tersangka,” jawab Kapolres menjawab ANTARA.
Sementara itu Direktur LSM-P4PSU Sibolga-Tapteng Jamil Zeb Tumori mengucapkan terima kasih atas respons dari Komnas Anak Indonesia.
Jamil siap mendampingi Komnas Anak sebagaimana yang diharapkan Arist Merdeka Sirait demi pemulihan mental para korban dan juga pendampingan hukum.
Komnas perlindungan anak segera ke Tapteng dampingi korban pelecehan seksual
Senin, 30 September 2019 21:12 WIB 3044
Korban dan keluarganya wajib dilindungi dan didampingi