Jakarta (ANTARA) - Lion Air Group menanggung rugi 20 juta dolar AS sebagai imbas dari pembekuan atau larangan terbang 10 unit pesawat Boeing 737 Max 8 setelah dua kejadian kecelakaan yang terjadi di Indonesia (JT 610) dan Ethiopia (ET 302).
“Ya dikalikan saja, kurang lebih (20 juta),” kata Direktur Operasi Lion Air Group Daniel Putut saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut menyusul kerugian serupa yang menimpa maskapai Garuda Indonesia di mana larangan terbang satu pesawat Boeing 737 Max 8 menimbulkan kerugian senilai dua juta dolar AS.
Daniel mengatakan pihaknya menunggu keputusan regulator, yakni Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait nasib pesawat yang telah dibeli serta dioperasikan itu.
“Kita tunggu keputusan Kemenhub,” katanya.
Baca juga: Lion akui terjadi penurunan penerbangan tambahan
Terkait pembaruan sistem yang ada di pesawat seri terbaru Boeing itu, Daniel mengatakan harus ada persetujuan dari Otoritas Penerbangan Sipil Amerika Serikat, yakni Federal Aviation Administration (FAA).
“Kalau di-upgrade kan harus ada persetujuan dari FAA. Dari FAA setelah setuju, regulator kita juga harus menyetujui. Proses ini kita tunggu juga, kita sebagai operator tunggu regulator-regulator itu bicara, nanti hasilnya seperti apa ya nanti kita ikuti,” katanya.
Pemerintah, dalam hal ini, Kemenhub telah membekukan operasi pesawat Boeing 737 Max 8 setelah FAA serta Uni Eropa melarang pengoperasian pesawat tersebut.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti mengatakan hal itu dilakukan sebagai upaya menjamin keselamatan penerbangan sipil nasional.
Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara juga telah menemui pihak Boeing untuk renegosiasi pemesanan sejumlah pesawat tersebut karena masyarakat sudah tidak ingin naik pesawat Boeing 737 Max 8.