Perkembangan teknologi komunikasi yang demikian pesat melahirkan banyak perubahan di masyarakat. Sayangnya penggunaan teknologi komunikasi ternyata belum diimbangi dengan kesiapan masyarakat karena minimnya pengetahuan. Konsekuensi logis dari penggunaan teknologi komunikasi tanpa pengetahuan dan kesadaran yang memadai dari masyarakat adalah munculnya akses negative, disamping hal-hal yang positif.
Salah satu fenomena menarik saat ini adalah derasnya arus informasi yang didalamnya juga terdapat berita hoax (bohong). Fenomena berita bohong tersebut makin kentara seiring dengan kehadiran media social. Ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi serbuan arus informasi melalui media social membuat kabar bohong tumbuh sangat subur.
Kabar-kabar bohong ini sengaja disebar untuk tujuan tertentu dan seringkali masyarakat yang kurang kritis dalam mengkonsumsi informasi justeru menjadi korban. Mereka yang termakan kabar bohong dan menyebarkan ke publik melalui media social akhirnya harus berhadapan dengan hukum. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, mereka yang mengupload berita bohong melalui status di akun medsos pribadi ternyata hanya iseng meneruskan informasi yang tersebar di internet.
Ketidaksiapan masyarakat akan kehadiran media social sekarang ini tidak bisa dipungkiri telah memberi ruang yang lebar bagi individu atau kelompok yang berupaya untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Ada banyak motif di balik penyebaran berita hoax melalui media social. Tapi secara umum penyebar berita hoax sebenarnya bisa dikatakan berharap akan meraih keuntungan secara ekonomi dan politik.
Ada banyak cara yang digunakan produsen berita hoax agar pesan atau informasinya dikonsumsi masyarakat dan selanjutnya menjadi viral. Salah satunya tentu dengan menggunakan akun-akun bodong atau akun yang mengatasnamakan kelompok atau lembaga tertentu dalam memproduksi pesan.
Agar informasi yang disebar seolah benar adanya maka akun bodong ini juga sekaligus dimanfaatkan untuk menshare ke banyak akun di media social melalui tautan pertemanan atau aktifitas spam.
Pesan yang diproduksi biasanya dikemas sedimikian rupa dengan memanfaatkan peristiwa actual yang menjadi sorotan public. Informasi sengaja mengambil latar peristiwa yang terjadi yang bisa jadi digabung atau dihubungkan dengan peristiwa lainnya sehingga maknanya berubah. Hoax bisa juga dilakukan dengan menyajikan informasi tentang peristiwa dengan sepotong-sepotong sehingga teks yang muncul menjadi kehilangan konteks.
Masyarakat yang tiidak kritis biasanya akan mudah termakan dengan informasi yang telah kehilangan makna aslinya. Bisa dipahami karena akan sulit membedakan mana informasi asli yang benar-benar utuh dengan informasi yang telah dikemas sedemikian rupa karena berlatar peristiwa yang terjadi dan telah dikonsumsi public melalui media mainstream.
Celakanya, banyak masyarakat yang lalai untuk melakukan check and recheck ketika mengkonsumsi informasi di media social. Alhasil informasi yang telah kehilangan konteksnya dan maknanya bergeser karena dikemas sedemikian rupa disikapi secara salah, bahkan cenderung irasional.
Masyarakat yang kehilangan rasionalitas akibat mengkonsumsi berita bohong tentu berbahaya karena bisa melahirkan berbagai persoalan, utamanya menyangkut keamanan bahkan bisa menimbulkan disintegrasi di tengah masyarakat.
Pendekatan Hukum
Indonesia sebenarnya memiliki perangkat hukum yakni sejumlah undang-undang khususnya tentang informasi dan transaksi elektronik untuk mengatasi penyebaran berita hoax. Polisi sebagai salah satu pilar dalam penegakkan hukum bisa menggunakan perangkat undang-undang yang ada itu untuk mengatasi maraknya berita bohong.
Tapi pendekatan hukum bukanlah satu-satunya jalan pintas untuk menghentikan laju informasi yang tidak sehat menyebar ke masyarakat. Kekhawatiran terbesar jika pendekatan hukum dijadikan sandaran utama dalam mengatasi penyebaran hoax melalui undang-undang ITE adalah ekses berupa sikap resistensi masyarakat yang justeru bisa jadi peluang penyebar hoax mempolitisasi sehingga persoalan menjadi melebar.
Pendekatan hukum oleh polisi penting, tapi bukan yang utama. Kekuatan terbesar menghentikan penyebaran berita bohong adalah masyarakat. Persoalannya tinggal menggerakkan potensi kekuatan yang ada dalam diri masyarakat melawan penyebaran berita bohong.
Kesadaran kolektif masyarakat itu hanya mungkin tumbuh lewat pendidikan. Gerakaan sadar media (media literacy) menjadi elemen penting dalam menghadapi serbuan informasi melalui media social. Dalam gerakan sadar media, public didorong untuk bersikap kritis dalam menyikapi informasi. Melalui gerakan sadar media, masyarakat juga dididik untuk tidak mengandalkan satu sumber berita dan lebih kritis saat menerima kiriman berita sehingga tidak langsung ikut menjadi penyebar berita bohong.
Dalam menghadapi penyebaran berita bohong, masyarakat yang awan jangan sampai dibiarkan sendiri karena merekalah yang pada akhirnya menjadi korban dan berhadapan dengan persoalan hukum. Dalam hal ini perlu keterlibatan semua elemen masyrakat terdidik untuk bersama-sama menggalakkan gerakan sadar media.
Polisi juga diharapkan tidak melulu menggunakan pendekatan hukum dalam mengatasi penyebaran berita hoax karena masalahnya ada banyak dimensi dibalik fenomena yang mengiringi kehadiran media social itu. Jika masalah penyebaran hoax hanya dilihat dari aspek hukum maka akan menjadi beban tersendiri bagi polisi.
Sudah saatnya polisi ikut memainkan peran dalam gerakan melek media. Polisi dalam hal ini bisa jadi garda depan bersama elemen masyarakat lainnya untuk mencegah penyebaran berita hoax melalui gerakan literasi media. Bukankah seperti kata pepatah, lebih baik mencegah dari pada mengobati.
Persoalan penyebaran berita hoax di Indonesia yang masyarakatnya begitu majemuk tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Mengingat ekses berita bohong yang ditelan bulat-bulat masyarakat bisa mengancam keutuhan Negara, maka sudah seharusnya setiap elemen masyarakat terdidik ikut andil dalam mengatasi penyebaran berita bohong. Penyebaran berita hoax tidak mungkin hanya dengan sendiri-sendiri dan dilakukan secara parsial. Sudah saatnya kita bersatu melawan hoax.