Medan, 5/10 (Antarasumut) - Devisa Sumatera Utara dari golongan lemak dan minyak hewan atau nabati yang di dalamnya ada crude palm oil minyak sawit mentah masih melemah atau tinggal 2,013 miliar dolar AS hingga Agustus 1016.
"Hingga Agustus, devisa golongan barang itu turun 7,28 persen dibandingkan periode sama 2015 yang sudah sebesar 2,171 miliar dolar AS," ujar Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Bismark Pardamean di Medan, Rabu.
Menurut dia, turunnya devisa dari golongan barang itu masih bagian dampak krisis global dengan permintaan dan bahkan harga tren melemah.
Meski terjadi penurunan, tetapi golongan barang itu masih menjadi penyumbang terbesar devisa Sumut secara keseluruhan.
Golongan lemak dan minyak hewan (nabati) memberikan kontribusi sebesar 41,82 persen dalam total penerimaan devisa Sumut yang hingga Agustus senilai 4,815 miliar dolar AS.
Ketua Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut Setia Dharma Sebayang mengatakan, meski tren membaik dalam beberapa bulan terakhir, tetapi permintaan dan harga jual CPO masih belum kembali normal seperti sebelum terjadi krisis global.
Kondisi itu terbatu dengan penyerapan di dalam negeri yang masih tetap baik sehingga harga jual tandan buah segar (TBS) masih belum "mematikan" petani seperti halnya karet.
"Agar devisa dari golongan barang itu pulih kembali, pemerintah diminta meningkatkan lobi agar negara-negara pembeli tidak terhasut dengan kampanye negatif sawit. Kampanye negatif adalah suatu yang dikhawatirkan pengusaha di tengah masih berlangsungnya krisis global," katanya.
Membaiknya ekonomi di beberapa negara importir seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India merupakan harapan pengusaha untuk kembali normalnya harga dan permintaan CPO.