Jakarta, 7/7 (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) prihatin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin masih dapat mengendalikan perusahaan saat sudah di penjara di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Kami prihatin, jika itu memang terjadi kami prihatin, sebelumnya sudah digembar- gemborkan bahwa LP Sukamiskin ketat pengawasannya sehingga jika ini benar, perlu ada keprihatinan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.
Pada sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta hari ini, mantan Manager Marketing PT Anugerah Nusantara (Permai Group) Clara Mauren mengatakan, pemilik perusahaan tersebut, M Nazaruddin masih menggelar rapat dengan anak buahnya ketika sudah di penjara di Lembaga Pemasyarakatan LP Sukamiskin, Bandung.
"Setiap sabtu juga ada rapat di Sukamiskin," kata Clara.
Namun, Clara mengaku tidak lagi mengikuti rapat di LP Sukamiskin tersebut.
Menurut Johan, meski Nazaruddin masih menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) saham Garuda, KPK tidak bisa menindak di LP Sukamiskin.
"Ini kembali ke Kementerian Hukum dan HAM, ini harus dicek lagi. Kami belum mengetahui kebenaran itu, harus dicek dulu, apakah untuk mempengaruhi saksi atau tidak. Kami tentu bisa berkoordinasi, nanti saya sampaikan ke pimpinan KPK," tambah Johan.
Dalam sidang tersebut, Clara juga mengaku pernah rapat bersama Nazaruddin saat Nazaruddin ditahan di Markas Komando Brigade Mobil(Mako Brimob) maupun rumah tahanan Cipinang pada 2011.
"Pak Nazar memang pada saat di Mako Brimob pada hari Sabtu beliau mengundang rapat di situ. Pak Nazar sudah kondisikan di sana," ungkap Clara.
"Rapat sama Gerhana, Minarsih, Kristina, Sukma, Baskoro. Semua yang biasa rapat," ungkap Clara. Nama-nama tersebut adalah para staf Nazaruddin yang bekerja di Anugerah Grup.
Nazar ditahan di Mako Brimob setelah ditangkap dari pelariannya di Cartagena, Kolombia pada 12 Agustus 2011, Nazar lari karena ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games.
Rapat itu dilanjutkan saat Nazar dipindahkan ke rutan Cipinang pada November 2011.
"Di Rutan Cipinang juga sama, setiap hari Sabtu, kalau tidak ada pemeriksaan atau razia, biasanya ruangan kepala rutan atau stafnya di lantai 2," jelas Clara.
Dalam perkara ini, Anas diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.
Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. (D017)