Balige, Sumut, 19/2 (Antara) - Pemkab Toba Samosir, sedang mempersiapkan penataan batas kawasan hutan di daerah setempat, sebagai akibat munculnya SK Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005, tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah Provinsi Sumatera Utara, yang banyak meresahkan masyarakat.
"Saat ini, sedang dilakukan pembahasan trayek batas kawasan hutan dengan pihak terkait," ujar Kadis Kehutanan dan Perkebunan Toba Samosir (Tobasa), Alden Napitupulu di Balige, Rabu.
Dikatakannya, panitia gabungan yang terdiri dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumut, Kantor Pertanahan, BPKH I Medan, Bappeda, Camat dan Kepala desa telah dibentuk, untuk membahas kepastian hukum atas status maupun letak dan batas kawasan hutan.
Panitia tersebut, lanjutnya, diharapkan mampu berperan secara optimal untuk melakukan penataan trayek batas hutan yang jelas serta mengukuhkannya sebagai kawasan hutan.
Alden berharap, persepsi yang sama dalam pelaksanaan tata batas kawasan hutan bias tercapai, dan kesepakatan tentang rencana trayek batas kawasan hutan di Tobasa dapat diperoleh.
"Memang, permasalahan ataupun konflik penguasaan tanah yang berkaitan dengan hutan cukup menonjol di masyarakat Tobasa," katanya mengakui.
Sebelumnya, dalam rapat panitia tata batas kawasan hutan Tobasa, di Balige Selasa (18/2), Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak meminta, seluruh panitia dapat memberi perhatian dan bekerja secara maksimal, agar konflik penguasaan tanah dapat diminimalisir.
Kasmin juga meminta para Camat dan kepala desa memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan penguasaan tanah di wilayah masing-masing, untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan batas tanah pada masa-masa mendatang.
Pada tahun 2005, luas kawasan hutan di Kabupaten Tobasa meningkat menjadi 160.427,72 hektare atau setara dengan 79,35 persen dari luas kabupaten tersebut, sesuai SK Menteri Kehutanan nomor 44 tahun 2005.
Pertambahan seluas 75.230 hektare kawasan hutan di Kabupaten Tobasa, berdasarkan SK nomor 44 tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah Provinsi Sumatera Utara itu, cukup meresahkan masyarakat setempat.
Menurut Kasmin, masyarakat yang terkena dampak jadi merasa resah, karena sebagian besar pemukiman, persawahan dan perladangan mereka masuk ke dalam penunjukan kawasan hutan tersebut.
"Bahkan, fasilitas umum dan sejumlah fasilitas sosial lainnya masuk ke dalam penunjukan kawasan hutan sesuai SK Menteri Kehutanan nomor 44 tahun 2005 itu," katanya. ***1***
(T.KR-JRD)
(T.KR-JRD/B/B. Situmorang/B. Situmorang)