Pematangsiantar, Sumut, 27/6 (Antara) - Ghani tidak mencemaskan harga bahan bakar minyak (BBM) premium yang naik Rp2.000, meski pendapatannya berkurang, tetapi ketidakpastian peraturan yang membuatnya miris menjalani hidup.
Hidup sebagai Abang Becak (sebutan untuk pengemudi becak bermotor di Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara) dilakoninya untuk menafkahi isteri dan seorang anaknya yang masih kecil.
Seperti malam kemarin, Rabu, dia menunggu penumpang di depan pusat pasar moderen Jalan Sutomo Kota Pematangsiantar, mulai pukul 14.00 WIB sampai pukul 22.30 WIB, hanya 'menarik' (membawa dan mengantar penumpang ke tempat tujuan) sebanyak dua kali.
"Inilah pahit hidup dan harus kita jalani dengan ikhlas dan tawakal," kata warga Jalan Lapangan Bola Bawah Pematangsiantar menghibur diri, sebelum beranjak pulang karena pusat perbelanjaan moderen itu sudah tutup dan tak satu pun penumpang memanfaatkan jasa antarnya.
Saat-saat menunggu penumpang, Ghani yang duduk santai di atas becak asal Birmingham Small Arm (BSA) Inggris dengan 350 cc ini bercerita, penghasilan para abang becak di Pematangsiantar mulai terpuruk bukan dengan banyaknya mobil penumpang angkutan kota, tetapi pembelian sepeda motor yang dilakukan secara kredit.
"Mereka ke mana-mana sudah naik motor, kalaupun ada yang masih mau naik becak karena terdesak dan kebanyakan kaum ibu-ibu, dibandingkan dengan jumlah becak masih banyakan becak ketimbang penumpang," kata Ghani yang mempertanyakan pemerintah memberi ijin pembelian secara kredit.
Ghani mempertanyakan sikap Pemerintah Kota Pematangsiantar yang tidak menertibkan becak dengan motor tarikan buatan Jepang dan ber plat nomor polisi warna hitam. "Peraturannya kan plat kuning untuk angkutan, kenapa plat hitam tetap beroperasi?" tutur Ghani kelihatan bingung.
Makanya Ghani lebih mencemaskan ketidaktegasan peraturan dalam mencari nafkah daripada naiknya harga premium. "Bagi kami tidak masalah, kan ongkos sekali jalan berdasarkan kesepakatan. Kalau penumpang mau dan kami tidak rugi, ya...ditarik (diantar ke tempat tujuan)", jelas Ghani.
Ghani pun berharap pemerintah kota peduli dengan nasib Abang Becak yang tetap rela mempertahankan becak yang kebanyakan telah berusia 60 tahun ini, dan menjadi kendaraan ciri khas Pematangsiantar. "Sayang kalau punah karena habis dijual ke kota lain," katanya.
Ghani juga berharap kepada Anggota DPRD untuk memperjuangkan keberadaan mereka dengan menertibkan satu peraturan yang bisa menganyomi agar Abang-abang Becak yang masih memiliki BSA ini tidak tergoda menjualnya. "Soalnya jumlahnya semakin sedikit, paling banyak 150-an dari ribuan unit pada waktu orang tua saya dulu," katanya. ***2***
(T.KR-WRS/B/Suparmono/Suparmono)
