Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara mengaku kecewa terhadap PT Halindo Berjaya Mandiri yang belum memperhatikan kesejahteraan karyawan, bahkan dinilai mengangkangi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara, Dimas Tri Adji, saat melakukan kunjungan kerja ke PT Halindo Berjaya Mandiri di Kelurahan Perjuangan, Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjungbalai, Kamis (2/7).

Dalam kesempatan itu, Dimas mengatakan sesuai penjelasan Syafrizal yang mengaku sebagai manager PT. Halindo Berjaya Mandiri, bahwa perusahaan tersebut mempekerjakan 60 sampai 70 orang sebagai buruh. Namun yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan sebanyak 44 orang.

Baca juga: Warga tangkap pembuang limbah PT. Halindo ke Sungai Asahan

Baca juga: AIH Tanjungbalai desak Kapoldasu ambil alih kasus limbah PT Halindo

Terkait struktur perusahaan, sistem pembayaran upah, perjanjian kerja dan jaminan kesejahteraan para buruh, sebagai menajer Syafrizal tidak bisa memberi penjelasan dan memperlihatkan dokumennya.

"Kami (Komsi E) sangat kecewa dengan semrawutnya penataan administrasi, sistem kerja dan pengupahan di perusahaan ini. Pengusaha PT Halindo kami nilai telah mengangkangi UU Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan," kata Dimas Tri Adji didampingi anggota Komi E, Mahyaruddin Salim Batu Bara.

Menurut Dimas, atas temuan itu pihaknya memberikan rentang satu bulan agar PT.Halindo membenahi sistem administrasi dan berharap kepada UPT Disnaker Provinsi Sumatera Utara wilayah IV  melakukan pembinaan terhadap  perusahaan itu dalam menangani pekerja/buruh sesuai UU Nomor 13/2003.

Baca juga: Wakapolres Tanjungbalai sarankan warga buat pengaduan tertulis terkait limbah PT Halindo

Baca juga: PT.Halindo akui akan tutup jika disurati Wali Kota Tanjungbalai

"Atas temuan ini satu bulan ke depan kami akan datang lagi. Jika tidak beres, Komisi E akan menerbitkan rekomendasi agar  PT. Halindo ini ditutup saja," tegas Dimas politisi NasDem itu.

Terkait persoalan limbah perusahaan yang selama ini meresahkan masyarakat, Dimas meminta Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara menyikapi persoalan tersebut.

"Tentang limbah gawenya Komisi D, kami minta masalah ini segera disikapi kawan-kawan di Komisi D," katanya.

Sementara itu, Kepala UPT Disnaker Provinsi Sumatera Utara wilayah IV, Hosner Tindaon menerangkan, sejak 2015 lalu pihaknya sudah meminta manager PT Halindo sewaktu dijabat bermarga Panjaitan untuk mematuhi UU Ketenagaakerjaan.

Akan tetapi, sampai saat ini antara PT Halindo dan pekerja/buruh tidak memiliki perjanjian kerja dan jaminan kesejahteraan. Sebanyak 44 karyawan hanya terdaftar di BPJS Kesehatan, tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Wajibnya antara perusahaan (Halindo) dan karyawan memiliki perjanjian kerja. Seluruh karyawan juga wajib disertakan ke BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Demikian juga berdasarkan ketentuan yang ada, saat ini gaji karyawan masih di bawah UMK," ungkap Hosner Tindaon.

Sebelumnya, Syafrizal mengakui baru empat bulan menjabat sebagai menajer PT.Halindo, sehingga tidak memahami struktur organisasi perusahaan dan tidak menguasai sepenuhnya data administrasi tentang karyawan perusahaan tersebut.

Menjawab pertanyaan ketua dan anggota Komisi E, Syafrizal menjelaskan bahwa sebanyak 44 orang karyawan diupah sebesar Rp2,6 juta dengan potongan Rp16.000 per bulan untuk iuran BPJS Kesehatan.

"Pembayaran tanpa slip gaji dan semua karyawan termasuk saya tidak memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan," katanya.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020