Medan (ANTARA) - Jam menuju angka sepuluh pagi itu, Nur Ainun masih sibuk mengurus suami yang tengah sakit menahun di rumah sederhananya yang berada di atas air laut. Deru suara ombak serta angin seolah menjadi penanda ia harus segera bergegas menuju bank sampah.
Suara sendal menapak jalan berbahan papan kayu beradu mengiringinya menuju bank sampah yang tak jauh dari rumah yakni di Kampung Nelayan Seberang, Belawan, Medan, Sumatera Utara.
Nur Ainun merupakan ibu rumah tangga yang menyambi sebagai anggota bank sampah Horas Bah (Hayu Olah Sampah Jadi Berkah). Perempuan berumur 53 tahun ini tak sendiri, Hamidah, Rohani, Misnah dan Sunarti juga ikut serta.
Mereka berasal dari warga sekitar kampung nelayan seberang yang memilik tekad kuat untuk mengubah kampung kumuh (julukan pengunjung) menjadi kampung sumber kehidupan.

Dengan kondisi satu anak yang masih duduk dibangku kuliah, tak menyurutkan langkah dan asa Nur Ainun untuk tetap berkarya di bank sampah. Walaupun pendapatan yang tidak menentu yang dihasilkan dari bank sampah, ia yakin bahwa niat baik, kesungguhan dan ketulusan akan membuahkan hasil yang baik pula.
“Gabung ke bank sampah ini sudah satu tahun sejak di buka bank sampah. Ikut ya biar ada kegiatan saja, sebisa ibu, sambil belajar dan hasilnya bisa membantu ekonomi di rumah, karena bapak juga sakit tidak bisa kerja,” kata Nur Ainun sambil memilah sampah.
Bagi Ainun, mengolah sampah untuk jadi pundi rupiah tidak mudah, enam bulan lebih waktu dan tenaga ia habiskan untuk belajar menjadi perajin. Mengolah sampah menjadi kerajinan tangan seperti tas, kotak tisu, dan lainnya.

*Perempuan hadir di tengah maraknya sampah*
Sebelum dibentuknya bank sampah di kampung nelayan seberang, sampah kerap menjamur di bawah rumah panggung warga dan hampir semua daerah melihat sampah juga menjadi beban.
Kini kondisi itu perlahan berubah, setelah bank sampah didirikan dan peran perempuan hadir membawa solusi masalah sampah di kampung nelayan seberang dan kata beban seketika hilang berangsur berubah menjadi “sampah berkah”.
Menurut Ketua Bank Sampah Horas Bah Burhanuddin Saragi, bank sampah ini hadir merupakan hasil diskusi antara masyarakat dengan pemerintah setempat dan mendapat dukungan penuh dari Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara.
“Alasan kebanyakan anggota perempuan, karena perempuan di kampung nelayan ini lebih banyak waktu luang di rumah setelah selesai pekerjaan rumah. Dan lebih efektif juga mengelola sampahnya,” kata Burhanuddin disela menimbang sampah milik warga.

Bagi Burhanuddin, perempuan menjadi faktor utama bank sampah di kampung nelayan ini berjalan hingga memasuki usia satu tahun, berbagai aktivitas bisa dipegang oleh perempuan mulai dari mengutip sampah, memilah sampah, menimbang, hingga menghasilkan kerajinan berbahan sampah.
Di setiap per bulannya, bank sampah Horas Bah dapat mengumpulkan sebanyak 1,2 ton sampah. Dari sampah itu, sebagian plastik dijual kembali, sedangkan sampah organik diolah menjadi pupuk kompos, pakan maggot dan sisanya dimanfaatkan untuk kerajinan tangan.
“Saat ini ada 50 lebih kepala keluarga menjadi nasabah bank sampah Horas Bah. Hasil sampah yang mereka jual uangnya tidak langsung diambil, sebagian ditabung. Diambil ketika uda tiga bulan sekali, sebulan sekali dan ada seminggu sekali,” ucap Burhanuddin.

*Inovasi dan kemandirian ekonomi perempuan pesisir*
Fuel Terminal Manager Medan PT Pertamina Patra Niaga Kilbergen Wilton Gultom mengatakan program tanggung jawab sosial dan lingkungan berfokus pada peningkatan peran perempuan, termasuk melalui pengelolaan bank sampah di kampung nelayan Belawan.
Menurutnya program tersebut dirancang agar perempuan dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan, memperoleh keterampilan baru, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga.
“Dengan melibatkan kelompok perempuan di masyarakat, kami ingin memastikan bahwa aspek sosial dan lingkungan berjalan beriringan secara berkelanjutan dan dapat sejalan dengan komitmen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam berbagai sektor pembangunan,” kata Kilbergen.
Menurut Kilbergen program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan pesisir, sekaligus memperkuat kesadaran lingkungan di kampung nelayan seberang.
“Melalui kegiatan Bank Sampah, para ibu, rumah tangga, dan kelompok perempuan kami dorong untuk berperan aktif dalam pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan sampah bernilai ekonomi,” Kilbergen

Menurutnya, selain membantu mengurangi pencemaran sampah di kawasan pesisir, kegiatan ini juga memberikan tambahan penghasilan serta menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan lingkungan di masyarakat.
“Melalui kegiatan bank sampah ini, kami ingin agar para ibu tidak hanya berperan sebagai penggerak keluarga, tetapi juga sebagai agen perubahan yang membawa manfaat bagi generasi berikutnya dan memberikan kontribusi nyata bagi lingkungan dan kesejahteraan keluarga.
Kilbergen berharap program ini menjadi langkah awal bagi perempuan pesisir untuk terus berkarya dan berinovasi. Selain itu, perempuan di kampung nelayan seberang bisa semakin berdaya, mendiri secara ekonomi, dan menjadi pelopor dalam menjaga lingkungan di wilayahnya.

Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024 menunjukkan dari 328 kabupaten/kota yang melaporkan data, volume sampah nasional sudah mencapai 34,79 juta ton per tahun.
Dari jumlah itu, 11,55 juta ton 33,22 persen terkelola dengan baik, sedangkan 23,23 juta ton 66,78 persen belum terkelola dengan memadai. Sisanya berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) praktik open dumping, pembakaran terutama plastik yang setiap tahunnya mencapai 6,8 juta ton.

