Medan (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan bersama JPU KPK tampak seirama dalam menelusuri aliran dana suap proyek jalan yang diduga menyeret sejumlah pejabat di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Utara (BBPJN Sumut).
Persidangan kasus dugaan suap tersebut menghadirkan dua terdakwa, yakni Direktur PT Dalihan Natolu (DNG) Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Namora Mandiri (RNM). Sidang berlangsung di ruang utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (16/10).
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Khamozaro Waruwu itu menyoroti keterangan saksi Dicky Erlangga selaku mantan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) I BBPJN Sumut yang dinilai tidak konsisten antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan kesaksiannya di persidangan.
“Keterangan saudara di BAP berbeda-beda, dan kini di persidangan kembali berubah. Yang mana yang benar?” tanya JPU KPK Rudi Dwiprastiono dengan nada tegas.
Dicky mengaku selama periode 2024–2025 menerima uang sebesar Rp980 juta dari terdakwa Kirun dan menyerahkan Rp300 juta di antaranya kepada Kepala BBPJN Sumut, Stanly Cicero Haggard Tuapattinaja.
Jumlah itu berbeda dengan dakwaan jaksa yang mencatat total suap mencapai Rp1,675 miliar.
JPU KPK kemudian memperlihatkan catatan keuangan PT DNG yang telah disita KPK kepada majelis hakim. Namun, Dicky tetap bersikukuh bahwa dirinya hanya menerima Rp980 juta.
Hakim Ketua Khamozaro Waruwu menyoroti perbedaan antara keterangan Dicky dan bukti yang dihadirkan saksi Mariam, yang menurut jaksa memperkuat angka dalam dakwaan.
Selain soal jumlah dana, Dicky juga dicecar terkait dugaan instruksi memenangkan PT DNG dalam salah satu proyek kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Heliyanto.
Dicky membantah tuduhan itu, tetapi Heliyanto mengaku menerima perintah langsung dari atasannya.
Saat dikonfrontir, terdakwa Kirun membenarkan bahwa Dicky turut mengatur agar PT DNG dimenangkan dalam proyek tersebut.
"Anda berbelit-belit dan keterangan Anda berubah-ubah. Saya sudah peringatkan, ada ancaman pidana bagi saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan. Minggu depan hadirkan bendahara PT DNG,” tegas Hakim Khamozaro.
Hakim Anggota Yusafrihardi Girsang turut mengingatkan Dicky agar memberikan keterangan sesuai sumpah, sebab pernyataannya bertentangan dengan dua saksi lain serta terdakwa Kirun.
Majelis hakim kemudian memerintahkan JPU KPK untuk memanggil kembali saksi Mariam guna dilakukan konfrontasi ulang dengan Dicky Erlangga pada sidang berikutnya.
Dalam sidang yang sama, saksi lain dari klaster BBPJN Sumut, Rahmad Parulian, selaku Kasatker I BBPJN periode 2023, mengaku pernah menerima Rp250 juta untuk keperluan pembuatan buku.
Ia menyatakan telah mengembalikan seluruh uang tersebut ke kas negara dan menyerahkan bukti pengembalian kepada majelis hakim serta JPU KPK.
Sementara Stanly Cicero Haggard Tuapattinaja selaku mantan Kepala BBPJN Sumut, mengakui menerima uang Rp375 juta dari Dicky Erlangga. Ia mengaku tidak mengetahui asal-usul dana tersebut.
“Iya benar saya ada dapat uang Rp300 juta dari Dicky, dan terakhir Rp75 juta,” katanya.
Stanley menjelaskan uang itu diberikan oleh Dicky Erlangga yang saat itu menjabat sebagai Kasatker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Medan.
“Pertama Rp150 juta dan kedua Rp150 juta, kemudian ada Rp75 juta,” ujarnya.
Hakim Khamozaro kemudian bertanya mengapa Stanley tidak menanyakan asal-usul uang tersebut.
"Tidak saya tanya, yang mulia. Mohon maaf saya tidak menanyakan,” jawab Stanley.
Stanley juga menyebut telah mengembalikan Rp150 juta dari uang yang diterimanya dan berniat mengembalikan sisanya ke kas negara.
"Uang Rp150 juta sudah saya kembalikan. Saya ingin mengembalikan sisanya, yang mulia,” ujar Stanley di hadapan majelis hakim.
