Medan (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut), Dr. Harli Siregar, SH, M.Hum, menegaskan bahwa penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dua unit kapal tunda pada PT Pelindo Belawan masih terus berjalan.
“Nah, dalam perkembangannya nanti kita akan melihat, dan semua opsi akan terbuka apakah masih ada pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban terkait peristiwanya,” ujar Harli di Medan, Jumat (26/9).
Harli mengungkapkan, sebelumnya penyidik Pidsus Kejati Sumut telah menetapkan dua orang tersangka dan langsung melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Medan.
“Terkait dengan penanganan perkara pengadaan dua unit kapal tunda oleh penyidik Pidsus Kejati Sumut, telah menetapkan dua orang tersangka dan dilakukan penahanan 20 hari ke depan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penyidik saat ini mendalami peran seluruh pihak terkait, mulai dari pemberi pekerjaan, dalam hal ini PT Pelindo, hingga penerima pekerjaan, serta pihak-pihak lain yang memiliki fungsi pengawasan dalam proyek tersebut.
“Karena kita lihat tentu ada pihak pemberi pekerjaan, dalam hal ini PT Pelindo, kemudian pihak yang menerima pekerjaan. Tetapi mungkin ada juga pihak-pihak lain yang memiliki fungsi pengawasan, dan seterusnya. Nanti kita lihat perkembangannya,” jelas Harli.
Dia menegaskan, Kejati Sumut berkomitmen menyampaikan perkembangan perkara ini secara transparan kepada publik.
“Tentu setiap ada perkembangan akan kita update. Peluang terhadap pihak manapun untuk dimintai pertanggungjawaban tetap terbuka,” tegasnya.
Sebelumnya Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Muhammad Husairi, mengatakan dua tersangka yang ditetapkan yakni HAP, mantan Direktur Teknik PT Pelindo I Belawan periode 2018–2021, dan BS, mantan Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) periode 2017–2021.
“Hari ini dua tersangka ditahan terkait dugaan korupsi pengadaan dua unit kapal tunda kapasitas 2x1800 HP Cabang Dumai pada PT Pelindo (Persero) untuk periode tahun 2018–2021,” kata Husairi di Medan, Kamis (25/9).
Ia menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh minimal dua alat bukti yang sah.
Kasus ini bermula dari kontrak pengadaan kapal senilai Rp135,81 miliar. Hasil penyidikan menemukan adanya ketidaksesuaian spesifikasi antara kontrak dengan realisasi pembangunan kapal.
Selain itu, progres fisik kapal jauh dari ketentuan kontrak, namun pembayaran tetap dilakukan dan tidak sebanding dengan kemajuan pekerjaan.
“Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp92,35 miliar serta kerugian perekonomian negara Rp23,03 miliar per tahun karena kapal tersebut tidak selesai maupun dimanfaatkan,” ujarnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Untuk kepentingan penyidikan, kedua tersangka ditahan selama 20 hari terhitung sejak hari ini hingga 14 Oktober 2025 di Rutan Kelas I Medan,” tegas Husairi.
