Tapanuli Selatan (ANTARA) - Pemerhati pertanian Tabagsel, Muhammad Iqbal Harahap, menilai lambannya Perum Bulog menyerap hasil panen petani di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, berpotensi merugikan petani. Ia meminta Bulog segera bergerak agar harga gabah kering panen (GKP) tidak jatuh lebih dalam.
“Petani adalah penyangga tatanan ekonomi Indonesia yang menjadi fokus Asta Cita Presiden Prabowo. Jangan sampai mereka jadi korban hanya karena masalah administrasi dan lambannya pelayanan Bulog,” kata Iqbal di Padangsidimpuan, Jumat (19/9).
Menurutnya, seluruh proses bercocok tanam, mulai dari pembibitan, penanaman, pengairan, perawatan, pemupukan hingga panen, dikerjakan petani secara berkelanjutan. Karena itu, penyerapan hasil panen tidak boleh tertunda. “Kalau tidak segera diserap, harga makin turun dan gabah yang tidak cepat dikeringkan bisa rusak. Kerugian petani bisa makin dalam,” ujarnya.
Ia menegaskan Bulog harus menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan serta menjaga kemitraan yang saling menguntungkan dengan petani. “Petani sudah capek bekerja menanam padi untuk kita makan. Kalau Bulog lamban, program Presiden Prabowo bisa dianggap gagal oleh petani,” katanya.
Iqbal juga meminta pemerintah daerah turut hadir membantu petani sejak proses menanam hingga panen. “Angkola Muaratais adalah salah satu lumbung pangan Tapsel. Bupati harus turun tangan demi tercapainya visi swasembada pangan pemerintah Prabowo,” ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, jika diperlukan, aparat keamanan dapat dilibatkan untuk memastikan persoalan harga gabah tidak semakin membebani petani. “Kapolres dan Dandim bisa turun tangan agar persoalan ini cepat terselesaikan,” kata Iqbal menambahkan.
Sebelumnya, petani di Angkola Muaratais mengeluhkan harga GKP hanya Rp6.200–Rp6.300 per kilogram, atau lebih rendah dari HPP Rp6.500 per kilogram. Sementara itu, Perum Bulog KC Padangsidimpuan menyatakan pihaknya masih menunggu instruksi pusat terkait serapan gabah di wilayah Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan).
