Medan (ANTARA) - Lima terdakwa kasus dugaan suap dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan.
“Para terdakwa didakwa melakukan suap pada seleksi PPPK Kabupaten Langkat tahun anggaran 2023,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agustini di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (6/3).
Pihaknya menjelaskan, para terdakwa dalam kasus ini adalah Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kabupaten Langkat Saiful Abdi, lalu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Langkat Eka Syahputra Depari.
Kemudian, lanjut JPU, tiga terdakwa lainnya yakni Kepala Seksi (Kasi) Kesiswaan Bidang Sekolah Dasar (SD) Alek Sander, serta dua kepala sekolah di Langkat, Awaluddin dan Rohayu Ningsih.
“Kelima terdakwa dijerat dengan Pasal 12 Huruf e Subs Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.
JPU Kejati Sumut dalam surat dakwaan menyebutkan kasus ini bermula dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor 546 tahun 2023.
Yakni, dengan menetapkan kebutuhan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Langkat, termasuk tenaga guru sebanyak 800 orang.
Mengetahui hal ini, terdakwa Saiful Abdi memerintahkan terdakwa Alek Sander untuk mencari peserta seleksi PPPK yang bersedia membayar sejumlah uang agar dapat diluluskan.
“Tarif yang dipatok bervariasi, mulai dari Rp35 juta hingga Rp70 juta per orang,” kata Agustini.
Dia menambahkan, dari periode bulan April hingga Desember 2023, terdakwa Awaluddin berhasil mengumpulkan 33 calon peserta dengan tarif rata-rata Rp50 juta per orang.
“Dari jumlah tersebut, Rp5 juta masuk ke kantong pribadi terdakwa Alek Sander sebagai komisi, sementara Rp45 juta diserahkan ke terdakwa Saiful Abdi,” jelasnya.
Selain itu, kata JPU, terdakwa Rohayu Ningsih juga diminta mencari calon peserta yang bersedia membayar. Melalui seorang guru bernama Siti Aisyah, terdakwa Rohayu berhasil mengumpulkan tujuh calon peserta dengan tarif Rp45 juta per orang.
Sementara dari seorang lainnya, Legiman MPd, diperoleh lima calon peserta dengan tarif Rp40 juta per orang.
Uang yang diperoleh dari para peserta seleksi PPPK tersebut kemudian dibagi oleh terdakwa Saiful Abdi kepada terdakwa Eka Syahputra Depari selaku Kepala BKD Langkat.
Pada awalnya, seleksi PPPK di Langkat menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT), di mana guru honorer yang telah mengabdi minimal tiga tahun mendapatkan prioritas.
Namun, kedua terdakwa mengajukan perubahan skema dengan menambahkan Seleksi SKTT (Kompetensi Teknis Tambahan).
Para terdakwa menghadap Plt Bupati Langkat, H. Syah Afandin alias Ondim, dan mengusulkan agar hasil seleksi juga mempertimbangkan SKTT. Setelah mendapatkan persetujuan, para terdakwa kemudian melobi pemerintah pusat agar perubahan ini diterima.
"Akibat perubahan sistem ini, peserta yang sebelumnya mendapatkan nilai tinggi melalui CAT bisa dikalahkan oleh peserta yang membayar suap, karena penilaian SKTT bersifat subjektif dan dikendalikan oleh para terdakwa,” jelasnya.
Setelah mendengarkan dakwaan, Hakim Ketua Achmad Ukayat didampingi M. Nazir dan Husni Tamrin masing-masing sebagai Hakim Anggota memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Menanggapi itu, dua dari lima terdakwa, yakni terdakwa Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari melalui penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan penuntut umum.
“Baik, sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (12/3), dengan agenda mendengarkan eksepsi dari terdakwa Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari melalui penasehat hukumnya,” kata Achmad Ukayat.