Medan (ANTARA) - Kepolisian Sektor (Polsek) Medan Labuhan, Sumatera Utara, digugat praperadilan (prapid), ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, terkait penetapan tersangka Ahmad Syahputra Bawamenewi (25) selaku karyawan PT STREAM.
Permohonan gugatan prpaeradilan itu didaftarkan oleh Ahmad Syahputra Bawamenewi melalui penasehat hukumnya dari kantor hukum DSP Law Firm & Partners pada Jumat (14/2), dengan register nomor perkara: 11/Pdi.Pra/2025/PN Mdn.
“Gugatan praperadilan ini kami ajukan karena patut diduga adanya kriminalisasi yang dilakukan pihak Polsek Medan Labuhan kepada klien kami,” tegas Dedi Suheri selaku penasehat hukum pemohon di Medan, Senin (24/2).
Dia mengatakan adapun para tergugat, yakni Kapolsek Medan Labuhan, Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, dan Aipda Sugeng Raharjo selaku penyidik di Polsek Medan Labuhan.
“Pada Kamis (20/2) kemarin, sidang perdana telah digelar dan dibuka oleh Hakim Tunggal Bapak Mohammad Yusafrihardi Girsang yang menyidangkan gugatan prapid yang kami ajukan, namun para tergugat tidak hadir,” jelas dia.
Dedi menjelaskan, permohonan gugatan praperadilan ini juga diajukan pihaknya karena proses penangkapan dan penetapan tersangka yang dilakukan pihak Polsek Medan Labuhan terhadap kliennya dinilai tidak tidak sesuai prosedur.
“Kami menilai bahwa proses gelar perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan tidak pernah dilakukan pihak Polsek Medan Labuhan untuk memastikan apakah benar peristiwa yang dilaporkan oleh Indra Tanujaya merupakan tindak pidana,” tegas dia.
Bahkan, lanjut dia, pemohon yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencurian berupa lima set pegangan tangga besi, instalasi kabel listrik, pipa AC, vinyl lantai coklat, dan stop kontak dari ruko yang disewa oleh PT. STREAM, di Jalan Platina VII, Kelurahan Titipapan, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan tidak pernah diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan.
“Selain itu, klien kita juga tidak diberi kesempatan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya mengenai kejadian tersebut,” ujar Dedi.
Menurutnya, tindakan para termohon termasuk penetapan kliennya sebagai tersangka dan penahanan yang dilakukan setelah penangkapan pada tanggal 06 Februari 2025 adalah melanggar prosedur hukum yang berlaku.
“Lebih mirisnya lagi, pada saat penangkapan, klien kami sedang dalam keadaan sakit dan beristirahat di rumah, tidak mengerti mengenai tuduhan yang disangkakan kepadanya,” jelas dia.
Melalui permohonan praperadilan ini, kata Dedi, pihaknya berharap agar pengadilan memutuskan untuk membatalkan penangkapan dan penetapan tersangka serta penahanan yang telah dilakukan oleh Polsek Medan Labuhan.
“Karena menurut hemat kami, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polsek Medan Labuhan telah melanggar prosedur dan mengabaikan hak asasi manusia,” tegas dia.
Pihaknya juga menilai tindakan penyidik Polsek Medan Labuhan tidak profesional, proporsional, dan transparan, yang melanggar hak-hak dasar yang dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Nah sebagai dasar hukum, kami merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakui lembaga praperadilan sebagai lembaga yang berwenang memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka,” pungkasnya.
Secara terpisah, Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Janton Silaban ketika dikonfirmasi menegaskan bahwa praperadilan itu adalah hak terlapor atau tersangka.
“Di persidangan nanti team kita tunjukkan atau sampaikan semua SOP dan alat buktinya,” ujar Janton Silaban.