Medan (ANTARA) - Mantan Executive General Manager (EGM) PT Angkasa Pura (AP) II Kantor Cabang Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara Arif Darmawan segera disidangkan atas kasus dugaan korupsi, yang menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp7,11 miliar.
“Sidang perdana dijadwalkan pada Senin (23/12), dengan agenda pembacaan dakwaan,” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Medan M Nazir ketika dihubungi dari Medan, Jumat (20/12).
Terdakwa Arif Darmawan akan menjalani sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan dari JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejati Sumut bersama dengan empat terdakwa lainnya di Pengadilan Tipikor pada PN Medan.
Keempat terdakwa, yakni Edi Rusdiana dan Lasman Situmorang, masing-masing selaku Manager of Electronic & IT pada PT Angkasa Pura II Kantor Cabang Bandara Kualanamu.
Kemudian, Eri Braliantoro selaku Senior Manager Operation, Services & Maintenance, dan Fida Meilini selaku karyawan PT Angkasa Pura Solusi.
Nazir mengatakan, pihaknya telah menetapkan susunan majelis hakim yang akan menyidangkan perkara dugaan korupsi proyek pengadaan sistem manajemen troli, smart airport, smart parking airport PT Angkasa Pura II Kantor Cabang Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, tahun 2017.
"Pimpinan telah menunjuk Bapak Cipto Hosari Nababan selaku Hakim Ketua didampingi Ibu Sarma Siregar dan Bapak Bernard Panjaitan masing-masing sebagai Hakim Anggota,” jelasnya.
Sebelumnya Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting mengatakan kasus korupsi ini bermula pada 2017, ketika PT Angkasa Pura II melaksanakan pengadaan kegiatan smart airport senilai Rp34,30 miliar lebih dan dikerjakan PT Angkasa Pura Solusi yang di sub kontraktor kepada enam perusahaan untuk melaksanakan 12 pekerjaan.
Namun, seiring waktu, pekerjaan yang dilakukan tidak tepat waktu dan mendapat teguran dari PT Angkasa Pura II hingga akhirnya pekerjaan itu tidak selesai tepat waktu dan tidak sesuai spesifikasi atau wanprestasi.
Akibat perbuatan kelima tersangka, ditemukan adanya peristiwa tindak pidana korupsi, yakni perbuatan melawan hukum dengan nilai kontrak sebesar Rp34,30 miliar.
Besaran nilai kontrak itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,11 miliar berdasarkan perhitungan akuntan independen.
"Terhadap lima tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ujar Adre Wanda Ginting.