Medan (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Sumatera Utara menyatakan kasasi atas vonis lepas yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan kepada pasangan suami istri (pasutri), yang didakwa memalsukan tanda tangan direktur perusahaan yang menyebabkan kerugian sebesar Rp583 miliar.
“JPU (jaksa penuntut umum) telah menyatakan kasasi ke MA (Mahkamah Agung) atas vonis lepas kepada kedua terdakwa merupakan pasangan suami istri tersebut,” kata Kasi Intelijen Kejari Medan Dapot Dariarma ketika dihubungi dari Medan, Kamis (14/11).
Kedua terdakwa itu, lanjut dia, yakni Yansen (66) dan istrinya Meliana Jusman (66), merupakan warga kompleks Taman Masdulhak Garden, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
“Permohonan kasasi ini telah didaftarkan JPU Kejari Medan ke Mahkamah Agung melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Rabu (6/11),” jelasnya.
Alasan pihaknya mengajukan kasasi karena putusan majelis hakim PN Medan tidak sesuai dengan tuntutan JPU Kejari Medan, yang menuntut kedua terdakwa dengan pidana lima tahun penjara.
"Vonis yang diberikan tidak sesuai dengan JPU yang menuntut lima tahun penjara terhadap kedua terdakwa, dimana JPU menilai perbuatan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 263 ayat (2) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP dalam dakwaan alternatif kedua," ujar dia.
Diketahui majelis hakim PN Medan, menjatuhkan vonis lepas (onslag) terhadap pasangan suami istri (pasutri), yang didakwa memalsukan tanda tangan direktur perusahaan yang menyebabkan kerugian sebesar Rp583 miliar.
“Menjatuhkan vonis lepas kepada kedua terdakwa. Melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan,” kata Hakim Ketua M. Nazir di ruang sidang Cakra II, PN Medan, Selasa (5/11).
Hakim menyatakan perbuatan kedua terdakwa, yakni Yansen dan istrinya Meliana Jusman terbukti ada, tetapi perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata.
“Memulihkan hak-hak kedua terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ujar Nazir.
Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU Septian Napitupulu, yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama lima tahun.
JPU mengatakan bahwa kedua terdakwa telah memalsukan tanda tangan atas nama Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah dan mengakibatkan 'raibnya' uang perusahaan mencapai Rp583 miliar.
“Perbuatan kedua terdakwa melanggar Pasal 263 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.
Sebelumnya, JPU Kejari Medan Septian Napitupulu dalam surat dakwaannya menyebutkan bahwa perbuatan kedua terdakwa sejak 2009 hingga 2021 di Bank Mestika Cabang Zainul Arifin Medan.
"Kedua terdakwa membuat surat kuasa palsu yang seolah-olah ditandatangani oleh Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah untuk menarik uang di bank tersebut," katanya.
Melalui surat kuasa palsu itu, lanjut dia, terdakwa Yansen menjabat sebagai Komisaris CV Pelita Indah mencairkan dana perusahaan yang bergerak di bidang properti tersebut.
"Akibat pemalsuan tanda tangan itu, kedua terdakwa mencairkan dana sebesar Rp583 miliar, dan CV Pelita Indah mengalami gangguan dalam kontrak dengan PT Musim Mas atas pembangunan properti di Pulau Kalimantan," tutur JPU Septian.