Banjarmasin (ANTARA) - Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan Nasrullah menyatakan teror dan jihad adalah dua perbuatan yang harus dipahami dasarnya, hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara, sedangkan hukum jihad adalah wajib.
Terorisme sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis atau chaos (faudha), tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain, dan dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
"Sedangkan jihad sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan, tujuannya menegakkan agama Allah dan atau membela hak-hak pihak yang terzholimi, dan dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas," kata Nasrullah kepada peserta Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personel TNI, Polri, dan Instansi Terkait di Kalsel, di Banjarmasin, Kamis.
Nasrullah menjelaskan bahwa, terorisme merupakan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
“Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik, bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang tidak membeda-bedakan sasaran,” katanya.
Sedangkan perbuatan bom bunuh diri dan ‘amaliyah al istisyhad’ dijelaskan bahwa orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya.
Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah sedangkan pelaku ‘amaliyah al-Istisyhad’ adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah SWT.
“Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan dan mencelakakan diri sendiri, baik dilakukan di daerah damai maupun di daerah perang,” katanya.
Sedangkan ‘amaliyah al-Istisyhad’, atau tindakan mencari kesyahidan dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsih yang dilakukan di daerah perang, atau dalam keadaan perang, dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri, ini berbeda dengan bunuh diri.
Dia mengemukakan, MUI sebagai lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.
Melalui pendekatan keagamaan, MUI juga memiliki peran strategis untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam hal ini bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorrisme (BNPT) terhadap upaya menangkal radikal terorisme.*