Medan (ANTARA) - Badan Pengawasan Pemilu Provinsi Sumatra Utara menyatakan Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) tidak bisa dijadikan acuan dalam hasil perolehan perhitungan suara pada Pemilu 2024 karena tidak diatur dalam perundang-undangan.
"Selain C1, Sirekap maupun survei lainnya, tidak bisa menjadi alat bukti dan tidak diakui sesuai peraturan dan perundang-undangan," ujar Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data Informasi Bawaslu Sumut Saut Boangmanalu, di Medan, Jumat.
Saut mengatakan ketidakakuratan data Sirekap dan Formulir Model C1-Plano kerap kali menjadi polemik pada proses rekapitulasi berjenjang yang saat ini sedang
dilakukan oleh KPU.
"Sirekap ini hanya alat bantu, bukan menjadi dasar yang dijadikan hasil dalam perhitungan suara. Sirekap tidak akui dalam perhitungan hasil suara akhir," kata dia.
Oleh karena itu, ia meminta seluruh elemen masyarakat khususnya peserta pemilu untuk bersabar menunggu hasil real count Pemilu 2024 dari Komisi Pemilihan Umum.
"Saat ini, proses rekapitulasi perhitungan suara berjenjang Pemilu 2024 sedang berlanfsung. Kita berharap segera selesai dengan sesuai aturan yang berlaku," sebutnya.
Saat ini, KPU hanya akan menampilkan bukti autentik untuk hasil perolehan suara, yaitu Formulir Model C1-Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik mengungkapkan penyebab diagram dan bagan perolehan suara dalam Skrekap mendadak hilang.
"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti autentik perolehan suara peserta pemilu," ujar Idham
Menurut dia, fungsi utama Sirekap adalah menampilkan publikasi foto Formulir Model C1-Plano untuk memberikan informasi yang akurat. Masyarakat juga dapat mengakses informasi itu pada laman https://pemilu2024.kpu.go.id.
Adapun Formulir Model C1-Plano di setiap tempat pemungutan suara (TPS) adalah formulir yang dibacakan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) dalam merekapitulasi perolehan suara peserta pemilu. Kemudian, dituliskan dalam Lampiran Formulir Model D. Hasil
Model C1-Plano itu nantinya dimasukkan ke Sirekap untuk kemudian dipindai datanya. Namun, Sirekap tak satu atau dua kali mengalami galat, sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C1-Plano menjadi berbeda.
Idham menilai data yang kurang akurat itu justru memunculkan prasangka bagi publik. Oleh karena itu, KPU mengubah format dalam menampilkan hasil rekapitulasi