Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang Achmad M. Masykur melihat kondisi masyarakat yang lelah--bukan cuma hayati yang lelah--membutuhkan hiburan segar untuk melepas penat dengan sesuatu yang easy listening, receh atau dia menyebutnya dengan istilah 'gak mbejaji’.
Akung, sapaan akrab mahasiswa Program Doktoral Psikologi Universitas Airlangga Surabaya itu lalu memberi contoh beberapa konten yang viral akhir-akhir ini seperti “begitu syulit lupakan Rehan”, “to ganjel to”, dan yang terbaru “bercyandya” dari mahasiswa baru UGM Yogyakarta. Ketika ada sesuatu yang viral, warganet bergegas mencari tahu lalu mengimitasinya karena mereka tidak mau dianggap kurang up date (kudet), perilaku itu akan membantu efek viral.
Belum lagi eksposur masif karena setting algoritma medsos, yang mencekoki warganet dengan konten itu lagi dan itu lagi yang selalu mampir ke lini masa atau timeline. Walau begitu warganet bisa mengontrol setiap stimulus yang intens muncul itu dengan tindakan menghentikan atau justru meneruskan yang akan membuat sebuah konten semakin viral.
Bila menggunakan standar dan tolok ukur bahwa semua konten di ranah publik mestinya terhubung dengan peradaban yang baik, bermanfaat, berguna, serta penuh keadaban, maka popularitas konten receh barangkali menjadi indikasi ada yang salah dari selera canda kita.