Medan (ANTARA) - Pengamat Hukum Sangap Surbakti SH, MH berpendapat kasus yang menimpa Adelin Lis atas vonis sangkaan melakukan pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, merupakan hutang besar dunia hukum Indonesia yang harus dibayar/ diselesaikan.
"Kasus yang menimpa Adelin Lis mantan Direktur Keuangan/Umum PT KeangNam Development Indonesia merupakan preseden buruk Hukum Indonesia. Sebab yang bersangkutan menjadi korban ketidak keadilan, menjalani hukuman yang tidak sepantasnya ia terima," ujar Sangap, saat dihubungi terkait masih hangatnya pembicaraan soal kasus Adelin Lis, Senin (4/09).
Ia menyebutkan sehubungan dengan itu, Mahkamah Agung bahkan Presiden pantas memberi perhatian khusus, meluluskan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya beserta pihak keluarga.
Sangap, putra asal Sumut yang kini berprofesi di Jakarta, saat dihubungi via telepon menegaskan, vonis yang dijatuhkan pada Adelin Lis banyak menimbulkan kejanggalan. Bahkan terkesan bagai "akrobat hukum".
Karena Adelin Lis yang sempat divonis bebas tahun 2007, akhirnya dihukum 10 tahun penjara pada oleh PN Medan setelah Jaksa melakukan Kasasi. Adelin Lis dinyatakan bersalah melakukan penebangan kayu di luar blok Rencana Kerja Tahunan (RKT). Padahal lokasi penebangan itu masih dalam areal izin milik HPH/IUPHHK PT KeangNam.
Selain itu, bahwa PT Keangnam Dev Indonesia itu adalah perusahaan yang berpatungan dengan BUMN PT Inhutani IV .
Menurut Sangap, vonis terhadap Adelin Lis dengan sangkaan melakukan penebangan liar jelas keliru.Sebab yang bersangkutan adalah Direktur Keuangan yang tugasnya sebatas mengatur lalu lintas keuangan dan cash flow perusahaan yang bertanggungjawab kepada Dirut perusahaan, bukan soal tebang menebang pohon atau lahan.
Sementara terhadap organ/perseorangan di tubuh perusahaan yang berhubungan dengan lahan, malah terbebas dari hukuman meski awalnya sempat menjalani pemeriksaan dengan berkas dibuat terpisah.
Sebut saja seperti Manajer Camp dinyatakan bebas oleh PN Madina karena dinilai bukan perkara pidana melainkan hanya pelanggaran/sanksi administrasi saja.