Lebih lanjut, Arief mengungkapkan, kenaikan harga pembelian gula konsumsi di tingkat petani ini tidak terlepas dari adanya kenaikan biaya produksi seperti biaya sewa, tenaga kerja, benih, pupuk, dan pestisida, serta biaya distribusi.
Berdasarkan survei Biaya Pokok Produksi (BPP) Tebu 2023 yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, telah terjadi kenaikan BPP dari Rp589.229 per ton tebu menjadi Rp650.000 per ton tebu atau naik 9,08 persen.
“Untuk itu, diperlukan penyesuaian agar keseimbangan dan kewajaran harga di tingkat petani, penggilingan, pedagang, dan konsumen, terjaga sesuai harga keekonomian saat ini, sebagai mana arahan Bapak Presiden,” ucapnya.
Dalam hal proses pembahasan penyesuaian harga gula konsumsi ini, Arief memastikan, Badan Pangan Nasional mendengar masukan dan aspirasi dari seluruh stakeholder pergulaan nasional, seperti Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Gabungan Produsen Gula Indonesia (GAPGINDO), serta pelaku usaha.
“Asosiasi dan pelaku usaha mengusulkan agar dilakukan penyesuaian harga gula konsumsi, baik di tingkat produsen maupun konsumen,” tuturnya.
Adapun untuk memastikan agar pemberlakuan harga pembelian di tingkat petani tersebut berjalan dengan baik dan presisi, Bapanas telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri terkait langkah-langkah sosialisasi serta pengawalan implementasi harga di lapangan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Harga gula kristal putih di tingkat petani ditetapkan Rp12.500 per kg