Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif dr. Pratista Hendarjana, SpAn-KIC mengingatkan bahaya resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) yang dapat menjadi ancaman serius karena kerap tak disadari seperti pandemi senyap.
"Resistensi antimikroba adalah ancaman serius yang jarang disadari, bagaikan pandemi senyap. Padahal, kondisi ini dapat terjadi di mana pun, termasuk di bagian rumah sakit yang diawasi ketat seperti di ruang perawatan intensif (intensive care unit/ICU)," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu.
Pratista menjelaskan pasien yang dirawat di ICU sedang dalam kondisi kritis dan biasanya memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Hal inilah yang menjadikan mereka rawan terhadap risiko AMR.
Resistensi antimikroba merupakan kondisi berkurangnya kemampuan obat-obatan antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit dalam tubuh pasien.
Penggunaan obat antimikroba, termasuk antibiotik dan antijamur, yang tidak tepat baik dari sisi indikasi, dosis, maupun cara pemberian, dapat menjadi penyebab kondisi resistensi antimikroba.
Belum lama ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendaftar sepuluh isu kesehatan paling penting di dunia, salah satunya termasuk resistensi antimikroba. Menurut WHO, kondisi AMR menyebabkan sekitar 1,27 juta kematian di seluruh dunia pada 2019.