Jakarta (ANTARA) - Bagi para generasi muda yang ingin mulai membangun bisnis rintisan, Co-founder dan Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca menyarankan agar langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan model bisnis serta target pasar yang jelas dari perusahaan yang ingin dibentuk.
“Saran saya untuk semua orang, ya silakan saja bikin company. Yang penting kamu jelas. Target market kamu seperti apa, bisnis modelnya itu sesuai dengan fundingnya kamu,” kata Willson saat dijumpai di The Neighbourhood, Jakarta Selatan, Selasa.
Lebih dalam Willson menjelaskan, startup (bisnis rintisan) dibagi menjadi dua macam yakni yang bisa mendapatkan investasi dari venture capital (VC) atau tidak. Bisnis rintisan yang bisa mendapatkan investasi biasanya lebih memiliki risiko yang tinggi dan potensi yang besar. Sehingga sebelum memulai bisnis, seseorang harus menentukan hal ini terlebih dulu.
“Pada saat kita membicarakan startup, kita akan bicara tentang bisnis yang baru dimulai. Jadi ada startup digital, makanan, bisa apa saja. Tapi startup itu ada dua macam. Ada startup yang bisa diinvest oleh VC, tapi ada juga yang tidak bisa diinvest oleh VC,” ujar Willson.
“Karena startup yang diinvest oleh VC itu benar-benar biasanya yang lebih high risk, dan bisa potensinya besar sekali. Tapi in the same time, karena high risk itu bisa saja potensinya hilang semua,” imbuhnya.
Willson mengatakan bahwa tidak ada salahnya jika seseorang yang ingin membuat startup dari pendanaan pribadi atau mengajukan pinjaman ke bank. Kendati demikian ketika mendirikan startup dengan pendanaan sendiri, Willson menganjurkan untuk membuat bisnis yang lebih sederhana.
“Kalau kamu itu fundingnya sendiri, jangan cari bisnis model yang aneh-aneh. Yang simple-simple saja, yang langsung make money. Tapi dengan catatan, sesuatu yang simple pasti orang lain bisa copy. Jadi ada balancing act ini nih yang harus diperhatikan,” terangnya.
Tak hanya itu, Willson juga mengatakan bahwa pemula bisnis harus mengetahui bahwa terdapat dua hal yang umumnya dapat mengakibatkan kehancuran bagi sebuah startup. Oleh sebab itu, Willson pun mengatakan agar para generasi muda yang ingin mendirikan startup berhati-hati dengan hal ini.
“Biasanya startup itu mereka harus fokus. Startup itu biasanya gagal karena dua hal, kalau yang defunding oleh VC ya. Yang pertama yang sering itu foundernya berantem. Kedua, mereka terlalu mengerjakan banyak hal. ‘Gue bisa gini nih’ dan sebagainya’,” papar Willson.
“Apakah dia bisa segalanya dia akan mendapat funding yang lebih besar? Belum tentu. Semua itu butuh proses,” tambahnya.
Dari sisi East Ventures sendiri, Willson menjelaskan bahwa ada kriteria yang pihaknya miliki ketika ingin berinvestasi. Poin utama yang menjadi penilaian bagi pihaknya adalah karakter dari founder bisnis tersebut.
“Yang jelas itu kita lihat, founders tersebut punya kualitas sebagai founders atau nggak. Itu susah sekali ya. Kamu harus bisa bayangkan, dia pada saat company-nya gede, dia bisa jadi CEO yang gede nggak sih? Karakternya bisa berkembang nggak? Jadi itu jauh lebih penting,” tandas dia.
“Kita maunya invest ke founder yang baik. Founder yang baik akan solved problem yang besar di kategori besar. Nah itulah yang akan menjadi tren yang baru,” kata Willson mengakhiri penjelasannya.