Medan (ANTARA) - Pada akhir Agustus lalu di Jakarta, Presiden Joko Widodo meluncurkan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Antarnegara.
KKP Domestik dan QRIS merupakan inisiasi pemerintah dalam rangka akselerasi digitalisasi sistem pembayaran sebagaimana tertuang dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
Penghadiran KKP Domestik juga merupakan aksi afirmasi belanja produk dalam negeri melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang telah dicanangkan 5 bulan sebelumnya.
Kartu Kredit Pemerintah bukanlah barang baru. Pada 2018, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. PMK tersebut merupakan tonggak sejarah penggunaan KKP di lingkungan pemerintahan. Implementasi penggunaan KKP telah dimulai di seluruh satuan kerja pengelola dana APBN sejak 1 Juli 2019.
Data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2019 – 2021, sejumlah 26.639 kartu telah diterbitkan dan total nilai transaksi yang telah dilakukan mencapai Rp1,17 triliun.
Potensi penggunaan KKP masih sangat besar dan masih banyak ruang untuk dioptimalkan. Setiap tahunnya, anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat mencapai Rp800 triliun, sementara tiap satuan kerja wajib menggunakan 40% dari uang persediaannya (petty cash) untuk bertransaksi menggunakan KKP.
Di lain sisi, menurut data yang dirilis Bank Indonesia, nilai transaksi belanja domestik menggunakan kartu kredit pada bulan Agustus 2022 mencapai lebih dari 27 triliun rupiah. Nilai tersebut berkali-kali lipat jauh lebih banyak daripada transaksi internasional yang hanya berkisar Rp362 miliar. Namun sayangnya, hampir seluruhnya (± 90%) transaksi domestik tersebut justru diproses di luar negeri.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu sebab munculnya inisiatif KKP Domestik. Domestikasi transaksi perlu segera dilakukan karena dinilai dapat memberikan manfaat dan nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri.
Perbedaan dengan KKP eksisting
KKP Domestik adalah produk yang ‘serupa tapi tak sama’ jika dibandingkan dengan KKP eksisting. Kuncinya ada pada kata “Domestik”. KKP Domestik adalah Kartu Kredit Pemerintah dengan menggunakan skema pemrosesan domestik yang dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di Indonesia. Sementara itu, Skema Pemrosesan Domestik merupakan skema transaksi pembayaran domestik yang dijalankan dengan interkoneksi dan interoperabilitas antar kanal pembayaran di dalam negeri.
Seperti kita ketahui, saat ini Indonesia telah telah memiliki Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). GPN adalah sistem yang terdiri atas Standar, Switching dan Services yang dibangun melalui seperangkat aturan dan mekanisme (arrangement) untuk mengintegrasikan berbagai instrumen dan kanal pembayaran secara nasional.
Dengan kata lain, GPN dibangun untuk melokalisasi sistem pembayaran perbankan di Indonesia, yang sebelumnya didominasi oleh produk pembayaran internasional seperti Visa dan Mastercard.
GPN diluncurkan pada akhir tahun 2017 dan diimplementasikan secara masif mulai tahun 2018. Namun sampai dengan saat ini, GPN baru tersedia hanya untuk kartu ATM dan Debit saja, belum untuk kartu kredit.
Jadi, kartu-kartu kredit di Indonesia, termasuk KKP eksisting, saat ini masih menggunakan Visa atau Mastercard. Ke depannya, dapat dipastikan bahwa KKP Domestik akan menggunakan sistem GPN.
Lalu, apakah KKP Domestik akan menggantikan KKP eksisting? Untuk jangka pendek tidaklah demikian. GPN masih memiliki kekurangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kartu berlogo GPN hanya dapat digunakan di Indonesia, belum dapat digunakan di luar negeri. Sementara itu, kegiatan pemerintahan tidak hanya dilakukan di dalam negeri. Sebut saja pengadaan barang dan jasa yang hanya tersedia di luar negeri, perjalanan dinas luar negeri, atau kegiatan para atase atau perwakilan di luar negeri.
Kegiatan-kegiatan seperti itu tentunya masih memerlukan sistem pembayaran yang dapat diterima luas dalam dunia internasional. Namun, jika kemampuan GPN telah ditingkatkan, tidak tertutup kemungkinan KKP Domestik akan menggantikan peran KKP eksisting nantinya.
Penerapan KKP Domestik
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-12/PB/2022 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan Menggunakan Kartu Kredit Pemerintah Domestik, implementasi KKP Domestik dilaksanakan dalam 2 tahapan.
Tahap pertama, KKP Domestik digunakan dengan metode transaksi melalui QRIS dari mobile banking dengan menggunakan Skema Pemrosesan Domestik. Tahap kedua, KKP Domestik dengan menggunakan kartu kredit secara fisik dan tambahan metode transaksi QRIS dari mobile banking yang saling interkoneksi dan interoperable dengan menggunakan Skema Pemrosesan Domestik.
Tahap pertama dilaksanakan paling cepat bulan Oktober 2022, sementara tahap kedua dilaksanakan paling cepat bulan Maret 2023 atau sesuai dengan kesiapan pihak perbankan.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kartu kredit fisik baru tersedia paling cepat bulan Maret 2023. Sambil menunggu kartu kredit fisik siap, transaksi KKP Domestik dapat dilakukan melalui QRIS dari mobile banking perbankan.
Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS (dibaca KRIS) adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya.
Semua Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS. QRIS sendiri telah diterapkan secara penuh sejak tahun 2020.
Hingga September 2022, Bank Indonesia mencatat, sebanyak lebih dari 21 juta merchant telah terdaftar sebagai pengguna QRIS. Spektrum pedagang pengguna QRIS sangatlah beragam, mulai dari usaha besar sampai UMKM.
Hubungan KKP Domestik dengan QRIS diwujudkan dalam aplikasi mobile banking milik bank penerbit. Pemegang kartu akan menambahkan KKP Domestiknya sebagai salah satu sumber dana untuk pembayaran. Artinya, pemegang KKP haruslah sudah menjadi nasabah bank berkenaan.
Sebenarnya, hal ini masih menjadi ganjalan bagi sebagian pihak. Mobile banking yang sejatinya milik personal sebagai nasabah akan bercampur dengan kartu kredit ‘milik kantor’. Penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi atau ketidaksengajaan pembebanan akan sangat mungkin terjadi dan menjadi kekhawatiran sebagian kalangan. Namun, PER-12/PB/2022 tampaknya telah mempertimbangkan kemungkinan tersebut. Dalam peraturan tersebut telah ditegaskan mengenai mekanisme checks and balances, terutama terkait pemisahan tagihan pribadi dan tagihan yang akan dibebankan kepada APBN.
Terakhir, KKP Domestik tidaklah berdiri sendiri. KKP Domestik merupakan salah satu simpul dari suatu ekosistem ekonomi digital nasional yang coba dibangun pemerintah. Target ekosistem ini adalah peningkatan roda perekonomian lokal/domestik. Pada akhirnya, peningkatan perekonomian di dalam negeri diharapkan akan berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional dalam jangka pendek dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan melalui peningkatan keuangan inklusif, kesehatan fiskal, dan efisiensi ekonomi.
Miesbaqoel Moenir adalah Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I