Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin berdialog dengan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Mesir, di Wisma Duta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo, Mesir, Sabtu (5/11).
Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, pada kesempatan itu mahasiswa bernama Muhammad Ikramurrahman Amin dari Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir, menyampaikan usulan penambahan asrama mahasiswa Indonesia di Mesir.
“Memang ada asrama yang dibangun di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun hanya memiliki kapasitas untuk 1.200 orang. Sedangkan jumlah mahasiswa Indonesia sekarang yang ada di Mesir sebanyak kurang lebih 12.000 orang. Maka dengan ini kami harapkan semoga ada asrama Indonesia baru lagi,” kata Ikram.
Ikram mengatakan perlunya pembangunan asrama baru bagi mahasiswa Indonesia di Mesir juga untuk melindungi dan menjaga mahasiswa dari segala tindakan kriminal mulai dari pencurian, penipuan penyewaan rumah, hingga kekerasan fisik yang terus meningkat setiap tahun.
“Salah satu kendala kami sebagai mahasiswa di sini adalah tingginya tingkat kriminalitas yang kami rasakan terkhusus kekerasan fisik, pembobolan rumah, penipuan penyewaan rumah, dan segala macam,” sebutnya.
Menanggapi usulan tersebut, Wapres pun berjanji akan menindaklanjutinya bersama dengan Duta Besar RI di Mesir.
“Usulan tentang asrama, saya menyambut baik usulan ini. Dan nanti Pak Duta Besar saya minta ini dimatangkan alasan-alasannya, pertimbangan rasionalnya semua,” kata Wapres.
Apabila pembangunan asrama ini terealisasi, sambung Wapres, ia mengusulkan untuk diberi nama Presiden RI saat ini yakni Joko Widodo.
“Mudah-mudahan ini saya akan sampaikan kepada Pak Jokowi supaya ini menjadi perhatian. Andaikata nanti bisa dibangun (namanya) bukan asramanya Ma’ruf Amin, tapi Joko Widodo,” tegasnya disambut tepuk tangan mahasiswa.
Selanjutnya, mahasiswa lain bernama Teja Wirahadikusuma yang berasal dari Nusa Tenggara Barat mengajukan pertanyaan mengenai peran dan kontribusi mahasiswa, termasuk bagaimana cara menguatkan dakwah Islam wasathiyah (moderat) yang selaras dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menjawab pertanyaan ini, Wapres menerangkan bahwa mahasiswa Indonesia di Mesir harus sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sehingga dapat lulus tepat waktu.
“Mengembangkan Islam wasathiyah, saya minta coba membuat semacam tulisan, menurut mahasiswa dengan referensi yang banyak tentang Islam wasathiyah dan juga tentang bagaimana Indonesia menerapkan Islam wasathiyah,” kata Wapres.
Terakhir, seorang mahasiswi bernama Huna Ayu Rosyidah pada kesempatan ini bertanya pada Wapres bagaimana cara menjalankan ajaran Islam wasathiyah dengan tetap menjaga keseimbangan antara perkara dunia dan akhirat.
Terkait pertanyaan ini, Wapres pun menjawab bahwa kunci menjalankan ajaran Islam wasathiyah adalah memiliki rasa kepedulian dan tidak berlebihan dalam beragama.
“Dalam beragama itu tidak boleh abai atau tafrid, yakni tidak punya kepedulian terhadap masalah agama, masalah dakwah, tidak peduli. Itu tafrid. Tapi tidak juga ifrad, yakni berlebihan sampai memaksa orang, memaki orang, dakwahnya itu sampai berlebihan,” terangnya.
Termasuk, sambungnya, sebagaimana sejarah mencatat bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan damai dan tidak ada kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang toleran sehingga mudah diterima berbagai kalangan.
“Itu harus kita jaga terus sampai sekarang bahwa tidak ada kekerasan di dalam kita membangun agama itu dari dulu, sampai sekarang, sampai kapan pun. Inilah Islam wasathiyah yang kita bangun itu,” tegasnya.
Demikian halnya dalam urusan dunia, tutur Wapres, dalam menjalankan Islam wasathiyah, tolong-menolong dalam kebaikan dilakukan tanpa memandang latar belakang agamanya.