Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan kebijakan pemerintah yang mempersingkat durasi karantina pelaku perjalanan luar negeri sudah mempertimbangkan tinjauan medis, salah satunya masa inkubasi virus Corona varian Omicron.
“Berdasarkan perkembangan kajian pasien Omicron di Indonesia dan data-data kasus Omicron di dunia, masa inkubasi varian Omicron lebih singkat dibandingkan varian delta, yakni rata-rata 3 sampai 5 hari,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Abraham Wirotomo di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/1).
Abraham meyakini kebijakan mempersingkat masa karantina akan berdampak positif bagi pengendalian kasus varian Omicron, karena pengawasan yang dilakukan para petugas di lapangan akan lebih maksimal.
Baca juga: Vaksinasi lansia 11 daerah di Sumut masih di bawah 60 persen
“Selain pengawasannya bisa lebih maksimal, dengan dipersingkatnya waktu karantina tentu biaya yang dikeluarkan masyarakat akan lebih sedikit. Harapannya masyarakat lebih disiplin jalani karantina dan lonjakan Omicron bisa ditekan,” kata Abraham.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada Senin ini mengumumkan bahwa pemerintah mengurangi durasi masa karantina untuk warga yang kembali dari perjalanan di luar negeri.
Dalam kebijakan terbaru, masa karantina untuk warga yang kembali dari negara-negara dengan kasus penularan tinggi Omicron, dipersingkat menjadi 10 hari dari sebelumnya 14 hari. Kemudian, masa karantina pelaku perjalanan luar negeri dari negara-negara di luar negara-negara dengan dengan kasus penularan tinggi Omicron, diperpendek menjadi 7 hari dari 10 hari.
"Tadi diputuskan karantina yang 14 hari menjadi 10 hari, dan yang 10 hari jadi 7 hari," ujar Luhut usai rapat terbatas evaluasi PPKM.
Luhut juga menegaskan pemerintah tidak akan memberikan diskresi atau dispensasi bagi mereka yang datang dari luar negeri. Pemerintah hanya akan mengacu pada aturan karantina sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Hingga Minggu (2/1), tercatat total kasus Omicron di Indonesia mencapai 138 kasus, terdiri atas 135 kasus impor dan tiga kasus transmisi lokal.