Madina (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara menilai penyebab bencana banjir yang melanda wilayah Pantai Barat Madina bukan serta merta disebabkan oleh curah hujan atau anomali cuaca, melainkan diduga akibat kerusakan ekologi yang ditimbulkan oleh aktifitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal.
Atas hal itu, Walhi mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggapi maraknya aktifitas PETI yang beroperasi di sepanjang sungai Batang Natal itu.
"Kalau memang intensitas dan curah hujan penyebab bencana banjir Madina itu, Pemprov Sumut dan Pemkab Madina punya data nggak sejauh mana total kerusakan kawasan hutan yang ada disana, pernah nggak Pemkab mengeluarkan hasil kajian yang mereka lakukan korelasi akibat PETI yang menimbulkan bencana ekologis yang ada disana," ujar Manajer Kajian dan Advokasi WALHI Sumatera Utara, Putra Saptian Pratama kepada ANTARA, Rabu (29/12).
Baca juga: Dek penahan jalan Panyabungan - Pagur mulai ditimbun
Putra menyebut, berdasarkan analisis yang dilakukan Walhi, dampak akibat aktifitas tambang yang telah berlangsung selama 2,5 tahun itu, telah memunculkan bencana ekologis.
"Hari ini ternyata benar-benar terjadi. Hasil kajian dan analisis kita memperkuat bencana ekologis seperti banjir yang ada di Madina tidak hanya terjadi secara alamiah, melainkan ada faktor pendukung sehingga terjadi percepatan kerusakan lingkungan hidup dan DAS menjadi rusak akibat aktiftas PETI yang disana," katanya.
Dirinya juga mengaku sudah merasa jenuh mendengar pernyataan yang dikeluarkan oleh Pemerintah bila bencana banjir melanda Madina tetap selalu menyalahkan persoalan alam.
"Di Madina setiap ada bencana ekologi banjir Pemerintah melulu selalu menyalahkan persoalan alam, akan tetapi tidak ada upaya pengendalian seperti instrumen hukum dilevel Provsu dan Kabupaten yang dikeluarkan. Seharusnya Pemprov dan Pemkab melakukan investigasi khusus penyebabnya," jelas dia.
Dia menyebut, dampak dari aktifitas tambang itu sebelumnya juga sudah disampaikan kepada Pemerintah, bahkan, Walhi sendiripun meminta kepada Pemprov Sumut dan Pemkab Madina agar segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggapi aktifitas PETI yang ada di Madina itu, karena akan melahirkan bencana ekologis dan juga kerusakan sosial ekonomi dan budaya," ungkapnya.
"Pemerintah seperti dilevel Pemkab bisa membuat rekomendasi dan meminta kepada Pemprov Sumut untuk mengeluarkan kebijakan seperti Perda atau Surat Keputusan untuk melakukan pengendalian akibat dari bencana ekologis yang lahir tersebut. Selain itu, bisa juga dibentuk tim gabungan pencari fakta, siapa aktor tambang disana, siapa pendanaannya, apa agenda besarnya, siapa dibaliknya, Pemkab itu kan punya otoritas untuk membentuk itu," tambah dia.
"Atau jangan-jangan ada aktor besar dibalik tambang ilegal itu disana sehingga tidak tersentuh penegakan hukum sampai saat ini," tanya Putra.
Diberitakan sebelumnya, kerugian akibat imbas bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Mandailing Natal dalam beberapa hari itu ditaksir mencapai 107 Miliar.
Kerugian dan kerusakan tersebut meliputi sektor pemukiman, sektor infrastruktur dan sektor ekonomi produktif.
Bencana banjir itu, sempat membuat 16 kecamatan atau 74 desa/kelurahan yang ada di kabupaten itu ikut terdampak. Bahkan, 11.467 jiwa yang ada di 6 kecamatan sempat mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Respon pertambangan tanpa izin di Madina, Walhi desak pemerintah keluarkan kebijakan
Rabu, 29 Desember 2021 11:00 WIB 2483