Tanjungbalai (ANTARA) - Pimpinan DPRD Kota Tanjungbalai mengakui sebagian dari 25 orang anggota dewan memang ingin melaporkan aktivis mahasiswa-pemuda yang menggelar unjuk rasa terkait dugaan mendapat jatah proyek pokir (pokok pikiran) DPRD yang dialokasikan dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P APBD) Tahun Anggaran/TA 2021.
Pengakuan itu diungkapkan wakil ketua DPRD Tanjungbalai, Surya Darma AR dihadapan aktivis Mahmuddin alias Kacak, Rudy Bakti, Faisal Rambe dan Alrivai Zuherisa alias Aldo yang menggelar unjuk rasa lanjutan di gedung dewan, Senin (8/11).
"Benar, sebagian anggota dewan ada yang keberatan atas tudingan terhadap 25 anggota DPRD Tanjungbalai yang mendapat proyek pokir untuk pengesahan P APBD tahun anggaran 2021," kata Surya.
Baca juga: Prajurit TNI AL TBA disiagakan hadapi ancaman bencana alam
Namun karena laporan menyangkut lembaga, kata Surya, maka harus melalui proses, yakni anggota dewan yang keberatan dan ingin melaporkan aktivis harus membuat surat pernyataan, sehingga Sekwan diminta untuk menyiapkan administrasinya.
"Akan tetapi, sampai saat ini saya sendiri belum mendapat kabar bagaimana perkembangan tentang surat pernyataan keberatan tersebut", ujar Surya politisi PDI.Perjuangan.
Surya juga menyatakan tentang adanya pernyataan anggota dewan Eriston Sialoho terkait sempat tertahannya berita acara pengesahan P APBD TA 2021 oleh pimpinan dewan tidak benar. Persoalan pengesahan P APBD telah selesai dan tidak ada masalah.
"Tidak benar pimpinan dewan menahan berita acara pengesahan. P APBD 2021 sudah disahkan dewan dan evaluasi Gubernur Sumatera Utara juga sudah selesai. Saat ini realisasi P PABD tersebut sedang berjalan", kata Surya.
Sebelumnya, empat aktivis mahasiswa-pemuda yang melakukan unjuk rasa secara bergantian menyampaikan orasi bahwa unsur pimpinan dewan serta anggota DPRD Tanjungbalai diduga "merampok" uang rakyat melalui proyek pokir.
"Kuat dugaan 25 anggota dewan terlibat gratifikasi dalam pengesahan P APBD 2021 dengan jatah mendapat proyek pokir bernilai seratus hingga seratus lima puluh juta rupiah. Kami minta KPK menindak lanjuti masalah ini dengan menyadap telepon selular para anggota DPRD Tanjungbalai," kata Rudy Bakti.
Sementara itu melalui orasinya, Faisal Rambe, Kacak dan Aldo, menilai bahwa pimpinan dan anggota DPRD Tanjungbalai hanya mementingkan diri sendiri dan telah mengkhianati seluruh rakyat Kota Tanjungbalai.
"Jika benar mereka (anggota dewan) mendapat fee 12 hingga 15 persen dari nilaian proyek pokir DPRD, maka mereka patut disebut dewan pengkhianat rakyat daerah," ujar mereka bergantian.