Medan (ANTARA) - Bentrok sekelompok masyarakat di areal konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) yang saat ini diberikan pemerintah kepada PT Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk meninggalkan rasa trauma bagi pekerja/buruh harian lepas perusahaan pulp tersebut.
Pascabentrok yang terjadi di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, dikabarkan lima orang mengalami luka parah dan luka ringan. Mereka adalah tiga orang pekerja security (pengaman) dan dua orang buruh menanam. Kelimanya dari pihak perusahaan TPL.
Informasi yang diperoleh awak media, kelima orang pekerja dan buruh itu telah dilarikan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan medis. Dan juga telah melaporkan kasus kekerasan fisik yang diduga dilakukan sekelompok masyarakat tak bertanggung jawab itu ke pihak kepolisian setempat.
"Tiga security perusahaan kita dalam kejadian tersebut mengalami luka-luka pada bagian kepala, wajah lembam dan sekujur tubuhnya memar-memar akibat dipukul benda keras dan tumpul. Pekerja harian lepas perusahaan bagian penanaman juga menjadi korban, dipukuli oleh sekelompok orang," ungkap Alisman Nainggolan selaku Chief Security PT TPL ketika dikonfirmasi awak media via seluler, Jumat (21/5).
Alisman yang juga mantan Kapolres Toba membeberkan, pihak security berada di areal konsesi tersebut sedang melakukan pengawasan kepada para buruh yang melakukan penanaman pohon eucalyptus. Sekaligus pengamanan pimpinan yang turun ke lokasi yang sedang dikunjungi Dinas KPH dan lainnya.
Di lapangan ternyata sudah ada ratusan orang dari sekelompok masyarakat yang mengaku menguasai lahan hutan milik negara dengan alasan tanah adat. Padahal, areal tersebut merupakan konsesi HTI yang diberikan pemerintah kepada perusahaan.
Saat berlangsung dialog antara pihak perusahaan, dinas terkait dan masyarakat, bongkahan batu berterbangan menghujani pekerja yang sedang melakukan penanaman. Spontan terjadi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang menyerang security dan buruh perusahaan dengan menggunakan kayu.
"Puluhan security kami tak mampu menghalau amukan massa. Walaupun di lapangan ada pihak kepolisian tapi juga tidak bisa mengatasinya. Karena jumlah kelompok massa itu sangat banyak. Syukurnya kami masih bisa selamat," sebut purnawirawan polisi ini.
Alisman mengaku, kejadian ini membuat sebagian besar pekerja mengalami trauma, walaupun tugas pengamanan adalah tanggung jawabnya sebagai security. Alisman mengaku heran, konflik panas ini terjadi beberapa tahun belakangan ini antara perusahaan dan sekelompok masyarakat yang mengklaim punya tanah adat.
"Dulu pas saya menjabat Kapolres kejadian seperti ini tidak pernah terjadi. Bahkan, perusahaan sudah melakukan penanaman pohon bahan baku pulp untuk kelima kalinya. Nah, pas penanaman rotasi yang keenam kok diributkan," ucapnya.
Ia berharap pemerintah dan kepolisian mengambil langkah dan kebijakan dari persoalan ini, agar para pekerja tidak menjadi korban. "Kami hanya menjalankan tugas untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kami di perusahaan mencari rejeki. Jangan lah kami menjadi korban dari konflik ini," ungkapnya.