Medan (ANTARA) - Pemprov Sumatera Utara, terus melakukan upaya agar Ulos (kain tenun khas etnik Batak) dan Desa Bawomataluo di Nias mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Saat ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumut sudah mempersiapkan sebagian peraturan dan dokumen yang diperlukan untuk ke dua usulan itu.
Sebagai wujud keseriusan tersebut, Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut dr Ria Nofida Telaumbanua, Jumat, melakukan pertemuan dengan Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud Hilmar Farid di Jakarta.
Baca juga: Personel Polres Samosir diwajibkan berbahasa Inggris dukung pariwisata Danau Toba
Pertemuan tersebut membahas mengenai Ulos dan Desa Bawomataluo yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dan Cagar Budaya Nasional oleh Kemendikbud.
Ria mengatakan terkait dengan pengusulan Ulos ada beberapa hal yang harus disiapkan utamanya adalah naskah kajian.
"Dalam naskah kajian itu nantinya akan diungkap mengenai pengertian Ulos serta daerah persebarannya dan motif keistimewaan nilainya bagi masyarakat termasuk juga kesakralannya,” katanya.
Baca juga: Dukung Danau Toba, PUPR rampungkan konstruksi SPAM Merek
Selain itu pemerintah juga harus berpikir bagaimana caranya menghidupkan ekosistem Ulos mulai dari penyediaan bahan baku tradisional sehingga kemudian menyejahterakan penenun Ulos atau perajin Ulos (termasuk pemasarannya).
"Kita harus melakukannya berkelanjutan seberapa sering dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana orang bisa mengakses inventaris itu, apakah bentuknya kajian atau artikel," katanya.
Sementara itu, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud melalui Pamong Budaya Madya Bidang Nilai Budaya Anton Wibisono menyampaikan memang seluruh karya budaya Indonesia itu layak untuk dicantumkan didaftar warisan tak budaya UNESCO, tapi ini akan lebih baik jika tenun dihasilkan alat tenun bukan mesin dengan pewarna alami.
Ulos akan lebih baik jika tenun dihasilkan alat tenun bukan mesin dengan pewarnaan alami sedangkan pengusulan Nias diperluas menjadi satu pulau jadi tidak hanya terfokus kepada desa Bawomataluo.
"Ini untuk menjembatani andaikata ada unsur-unsur yang terdapat di satu desa tapi tidak ada di Bawomataluo ataupun ada unsur-unsur di Bawomataluo tapi tidak ada di satu desa, tapi yang pasti bahwa keunikan dari permukiman tradisional Bawomataluo ini pasti ada di satu pulau, jadi makanya lebih baik kita melihat permukiman tradisional Nias ini keseluruhannya,” katanya.
Anton Wibisono menambahkan melihat permukiman tradisional di Nias ada satu keunikan yang bisa diangkat dan menjadi alasan kenapa harus ditetapkan sebagai warisan dunia.
Akan lebih bernilai jika mengungkap seluruh permukiman yang ada di Nias dari pada satu permukiman Bawomataluo kaitan antara permukiman satu dengan permukiman yang lain di Nias.
"Ok lah yang tertua itu mungkin adalah ada di desa Bawomataluo, tapi tentu pemukiman-pemukiman lain juga punya ciri khas masing-masing tersendiri. Lebih baik ini kita ungkap, pelajari dan kita lihat. Baru nanti kita putuskan akankah lebih baik Bawomataluo ataukah memang keseluruhan pulau Nias yang unik
yang bisa kita ungkap ke dunia," katanya.